Suami seperti apa yang aku inginkan?



Pembicaraan ini terjadi di kepalaku setelah menjawab pertanyaan dari #ikabenerannanya yang aku jawab beberapa minggu lalu tentang fatherless (dan aku menang mendapatkan bingkisan dari ika) dan tadi barusan baca artikel yang ditulis di tirto.id yang ini (klik saja) dan yang ini (klik lagi aja), aku recommended kamu untuk membaca artikel tersebut.

Aku, di usia segini dan sudah di rongrong “ayo cepat nikah” oleh orang rumah jadi bertanya, pria seperti apa yang aku cari? Kalau dulu aku akanmemberikan daftar panjang list ku kepada siapapun yang berkenan mencarikanku jodoh, tapi sekarang, aku bingung.

Nanti, di kehidupan pernikahan, aku tidak ingin dijadikan pembantu oleh pasanganku. Oh, kau tahu budaya patriarki di Indonesia lebih berkembang daripada matriarki seperti yang aku anut.

Sebenarnya yang aku inginkan adalah kehidupan rumah tangga yang damai dengan komunikasi lancar,dan saling membantu. Aku suka ngobrol, suka sekali, apa saja aku bicarakan. sayangnya, tidak semua orang mengerti yang aku maksud dalam pembicaraan, makanya aku buat blog ini daripada aku tersinggung orang mengacuhkanku.

Sebenarnya, walaupun aku hidup dalam budaya matrilineal, itu hanya perkara warisan, tetap saja emakku di rumah mengangkat piring ayahku setelah makan, mungkin kalau kalian baca ini mikir, kan udah kodratnya, bukan itu maksudku. Lagian, Tuhan tidak pernah berkata bahwa istri harus masak dan membereskan rumah, malah suami yang harus menafkahi lahir dan bathin istrinya. Harus aku blod kan LAHIR DAN BATHIN.

Begini, bagiku suami istri harus saling membantu dan keluarga harus bahu membahu mengurus rumah tangga. Budaya kita, yang nyapu rumah adalah wanita, yang mengepel rumah adalah wanita, yang mencuci piring adalah wanita, sampai yang terkadang pekerjaan berat pun dilakukan wanita. Dan dirumahku, pria itu istimewa. Adikku saja tidak boleh malah sampai di berikan istilah PANTANG untuk memegang sapu dan melakukan tugas rumah tangga lainnya. Padahal bagiku wajar. Hasilnya, kalau pun hujan turun deras dan hanya adikku berada di rumah, sudah di pastikan jemuran akan basah kuyup. Dan bila dia makan, dia akan seenaknya meletakkan bekas piring makannya dimeja makan dan aku akan dimarahi ibuku bila memarahi adikku untuk meletakkan bekas piring makannya ke dapur. Dan lagi, bila dia membuat kotor lantai, ibuku akan memanggil aku (atau siapapun dirumah kecuali ayahku) untuk membersihkanya, dan aku akan melawan mengatakan tidak mau,  dan tetap juga kulakukan membersihkan lantai karena gak tega lihat kalau ibuku yang membersihkan, sial! Oiya,hal ini akan terjadi bila ART di rumahku sudah tidak dirumah.


Dan aku tidak mau kehidupan rumah tanggaku kemudian hari seperti itu.


Dan lagi, aku tidak begitu senang melihat pria yang ketika istrinya sibuk membersihkan rumah dan dia hanya tidur-tiduran tanpa sedikit pun membantu, aku tidak suka itu. Atau menyerahkan sepenuhnya urusan anak kepada istri dan si suami bebas kemana saja tanpa mikir anaknya dan tahu semua sudah beres saja.


Dan aku tidak mau ke hidupan yang seperti itu juga.

Aku ingin menjadi teman hidupnya yang dapat bertukar pikiran bersama, menyelesaikan masalah bersama, tertawa bersama, dan menjadi pasangan yang melengkapi kekurangan dan membatasi kelebihannya agar tidak 'berlebih'. Bukan sebagai pembantu yang mengurusi semua tetek bengek kehidupannya.

Pemikiranku mungki karena aku kebanyakan baca komik ‘Hai Miiko’ kali ya. Di komik itu aku meliihat ayah ibu miiko bekerja sama untuk mengurus rumah. Bergantian memasak makan malam, bergantian menjemput anak di penitipan,dan tidak canggung untuk membersihkan rumah.

Oke, perempuan memang terkesan lebih bersih, lebih rapi dan lebih bisa di andalkan.

Maksudku, bila suatu hari nanti aku menikah, ntah aku akan menjadi ibu rumah tangga atau wanita karier, aku ingin pasanganku membantu aku tanpa di minta, tidak membiarkan hanya aku yang mengurus anak, bertanya apa yang di butuhkan, dan tidak membiarkan aku menjadi kucel sendirian.

Aku ingin menikah dengan pria yang tidak tipe patriarki, tidak merasa berkuasa, tidak merasa bahwa dia tidak boleh memegang sapu. Yah seperti itu.

Aku ingin bersama pria yang akan bertanya kepadaku,bercerita tentang harinya kepadaku, memasak untukku, mau cebokin anaknya, mau membersihkan rumah, membiarkan aku menyetir ,memutuskan segala sesuatunya bersama. Oh, tapi aku tidak akan membiarkannya menjemur pakaian, karena itu pekerjaan rumah yang aku suka. Bukan menikah dengan pria yang ketika dia pulang nasi harus ada, anak harus sehat terus, rumah tidak ada debu, sampai rumput di halaman tidak boleh sampai tinggi.

Kalau soal ART, kalau masih muda, aku sebisa mungkin tidak akan menggunakan jasa mereka. Oh, kecuali menyetrika, aku tidak begitu pandai.

Nah, sekarang aku yang pusing sendiri, di negara yang patriarki ini, dimana aku bisa menemukan pria seperti ini. InsyaAllah nanti ada satu,untukku. 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar