Kenapa pacaran harus pamer?


Dear pembaca semua.
Assalammualaikum.
Udah lama ya ulan gak cerita. Kasian, blognya berdebu. Dan lagi sayangnya ulan gak bisa janji akan lebih sering mengisi blog ini karena Alhamdulillah ulan sudah bekerja dan tidak gampang mencarii waktu untuk bercerita. Karena yaitu, diriku lebih mementingkan istirrahat daripada bercerita disini.
Banyak yang terjadi tujuh bulan terrakhir ini. Dan hampir semuanya adalah pengalaman baru yang tidak pernah ulan bayangkan sebelumnya. Dari diasramakan sekian minggu, ngekoss, hidup sendiri, mengatur keuangan , berteman dengan orang yang umurnya agak jauh diatas ulan, kehidupan berkantor, membuat keputusan, sampai memilih mana prioritas yang akan ulan lakukan.
Mungkin tedengar sok diribetin, tapi sumpah! Ketika mengalaminya sendiri ini beneran ribet. Ku kira dulu , sertelah bekerja hidupku akan aman damai dan mulus, ternyata… tapi, kali ini aku gak cerita tentang hidupku yang seperti ini, karena aku mau cerita tentang hidupku yang lain.
TARAAAAAAA….
Akhirnya ku punya patjar.
Tapi apakah ini adalah sesuatu hal yang harus kubanggakan? Gak tau, tapi kumau cerita aja karena dia membuatku jadi sedikit lebih kalem.
Yang paling jelas, dia membuatku jadi tidak pamer. Maksudku, yah, jaman sekarang semua hal diposting, dibiarkan semua orang tahu, dibiarkan semua orang melihat dan membiarkan semua orang berkomentar. Tapi aku yang mengikuti arus per-sosialmedia-an ini, setelah bersama dengan dia bisa ngerem untuk tidak pamer keromantisan. Aneh kan.
Tapi, adalah yang aku posting, sesekali, saat-saat tertentu yang aku ingin follower aku tahu bahwa aku sedang menjalin hubungan dengan seseorang.
Dia memberitahuku bahwa tidak semua harus orang tahu tentang hidup kami. Lebih menyenangkan menyimpan hidup dan kisah kami hanya untuk kami sendiri.
Tadinya ya jelas, aku sang-pengikut-persosial-media-an bingung, ragu dan kesal mengira ini hubungan backstreet kayak ABG labil. Yah gimana tidak, aku merasa kayak apakah aku kurang cantik, kurang menjanjikan atau kurang-kurang yang lain untuk diperkenalkan di orang-orang dikehidupannya. Mana lagikan LDR ya, ku tak bisa sesuka hati bertemu dengannya, ku tak bisa berkencan dengannya setiap minggu, ku merasa saat itu kebingungan dan bertanya apakah aku bersama orang yang tepat?
Tapi entah bagaimana, semesta –cek ileh bahasanya- menjawab satu-satu.
Ternyata disana, dia menceritakan tentang dia sudah bersama dengan AKU ke orang-orang disekitarnya.
Ternyata, namanya selalu muncul di notif layar hpku disaat yang pas ketika aku sedang ragu.
Ternyata, dia selalu lihat igstory-ku
Ternyata, dia peduli padaku.
Ternyata, dia mau mendengarkan ceritaku walau kadang ceritaku tak ada manfaatnya untuk hidupnya.
Dan ternyata, dia menginginkan aku untuk bersama dengannya.
Kok kayaknya terlalu membesar-besarkan, tapi begitulah keadaannya.
Tapi ya itu tadi, aku mencari tahu, kenapa ketika punya hubungan harus aku sebaaaar ke semua sosial media. Apa dengan begitu aku akan bahagia? Atau dengan begitu aku merasa ada dihidupnya? Atau sebenarnya aku hanya butuh pengakuan saja?
Ternyata, aku tidak butuh pengakuan karena  orang disekitarnya sudah tau AKU walau untuk sekarang hanya sebatas nama,
Ternyata, aku ada kok dihidupnya karena dia masih rajin untuk menghubungiku dan ngobrol apa saja tentang diriku dan dirinya.
Dan ternyata, aku bahagia sampai detik ini dengan keputusanku bersama dengannya, karena dia maniiis sekali dan bisa buat aku tersenyum membaca pesan darinya, mendengar suaranya dari earphoneku, dan menemukan dia masih mendengarkan ceritaku yang kadang –selalu- aneh.
Terus, aku sampai pada rasa ingin menyimpannya hanya untuk diriku sendiri. Aku tidak mau berbagi manisnya dia kepada semua orang. Aku tidak mau orang-orang tau sisi lain dia dan jadi lebih mengenal dia daripada diriku sendiri.
Dan, sekarang aku jadi menyukai hidupku yang seperti ini –walau aku masih retjeh sekali di igstory.