Akhir cerita 2017

365 hari telah berlalu –hampir, aku menulis ini pada pukul 1.48 wib-. Aku hanya bisa mengucap puji dan syukur pada Allah atas semua yang telah dia berikan padaku selama setahun ini, bahkan sepanjang hidupku.
Tahun ini aku tidak banyak menulis di blog, aku juga tidak banyak jalan-jalan. aku hanya berkeliaran di sekitar sini aja. Binjai Medan Medan Binjai. Walau kadang aku ke luar kota juga, tapi jarang.
Tahun ini banyak yang berubah. Uniku sudah menikah. Aku dapat banyak pengalaman hidup. Hatiku dipenuhi rasa syukur dan bahagia. Aku juga mengetahui rasanya gagal berkali-kali ditahun ini. Tak masalah bagiku, mungkin Allah sedang mempersiapkan hal yang terbaik yang khusus untukku saja.
Aku juga tidak banyak menggambar tahun ini.

Tahun 2018 apa yang aku harapkan tidak muluk-muluk.

Aku berharap keluargaku masih lengkap, kalau bertambah malah makin bagus. Kami sekeluarga diberikan kesehatan, dilimpahkan berkah dari Allah, rezeki yang halal terus mengalir, tesis ku kelar dengan sempurna, aku mendapatkan pekerjaan yang aku impikan, banyak orang yang aku dapat bantu, aku bisa menulis minimal 3 jurnal tahun depan, aku dapat membahagiakan ibu dan ayah, nikmat iman dan islam masih diberikan, aku di undang Allah tanah sucinya, dan terakhir, aku ingin bertemu KAMU. Amiiiin.
Aku juga masih ingin berteman dan menjalin hubungan yang hangat dengan teman-temanku. Aku merasa ini akan sulit pada awalnya karena beberapa dari mereka telah menemukan jalan hidupnya dan pekerjaan yang mereka impikan. Aku bahagia untuk mereka, walau di sisi lain aku sedih karena mereka akan sibuk dengan hidup baru mereka. Tapi aku yakin kami masih dapat tertawa dan menangis bersama.
 Aku mungkin tahun depan akan lebih sering motret. Atau akan lebih sering keluar rumah. Selama 3-4 bulan pertama mungkin aku akan nge-rumah di perpus besar demi tesisku karena aku tidak terlalu ingin membebani ayah ibu dengan pengeluaran untuk beli buku.
Aku juga mungkin tidak akan terlalu bisa membantu kakakku mengurus anak-anaknya, aku akan sedih sih karena Khalila dan Zayn sekarang selalu bisa menghibur hatiku yang kadang suka sedih, malah aku yang sering mengganggu mereka.
Aku juga ingin menikmati masa-masa menjadi the only one anak gadis ayah dan ibu. Aku tahu mereka akan lebih rajin menyuruhku membuka hati untuk pria –pria di lluar sana dan akan memperhatikan teman-teman yang singgah ke rumah. Hahaha. Aku lucu sendiri saat menulis ini.
Aku ingin juga merealisasikan rencanaku. Aku sudah cerita ini ke dita diba mimi, semoga Allah berkenan untuk mengabulkannya, karena aku tahu bagaimana kemampuan dan keinginanku.
Untuk Indonesia, aku ingin berbakti dan membuatmu bangga tapi dengan caaraku sendiri.
Aku akan menunggu sahabat-sahabatku pulang merantau dan menghabiskan waktu lebaran bersama mereka .
Itu saja yang aku harapkan. Aku menunggu kejutan-kejutan besar yang telah aku rencanakan bersama ALLAH di tahun 2018 yang telah tertulis di kitab Lauhul Mahfudz. Aku yakin, Allah menyanyangiku  dan akan terus  memberiku kebahagiaan serta menerimaku walaupun aku terus-terusan berbuat salah.

Sekian
Dengan harapan
Ulan


Bye Instagram (?)


Assalamualaikum pembaca. Yang menemukan cerita kali ini, aku yakin adalah orang yang mulai jenuh dengan kehidupan per-sosial media-an, yakan? Hayo ngaku.

7 November 2017 adalah hari terberat –agak- dihidup aku. Ya, aku kecanduan instagram,, facebook, twitter serta youtube. Yang paling sering aku buka adalah instagram dan youtube. dan di tanggal ini, aku menutup –sementara- akun instagram.
Apa yang aku lihat di instagram dan sosmed lainnya? Macam-macam. Orang pamer, orang yang menggila, orang yang marah-marah, orang yang alim, jualanan, nasehat dan banyak lagi. Aku hanya melihat historigram dan postingan, sesekali aku juga mengupload fotoku dan berusaha memakai caption yang lucu, kadang maksa lucu.
Aku teringat seorang teman waktu jalan-jalan ke Jakarta dulu cerita, kalau calon suaminya menegur karena dia terlalu banyak posting historigram maupun foto di instagram, karena saat itu memang dia dalam satu waktu beberapa kali mengupload, dan calon suami takut kalau itu adalah sebuah riya, bagus sih menurut aku, self reminder gitu jadinya. Dia cerita sih, gak curhat, tapi meminta pendapat. Saat itu kami sedang menikmati hidup dengan bermain, bertemu teman yang tinggal disini, jalan-jalan melihat kebudayaan, jadi suatu hal yang wajar aku rasa untuk kami –bukan orang Jakarta- untuk memberi kabar ke teman bahwa ‘kami sudah kesini loh, kami ketemu disini, ayo main kesini’, begitu.
Aku yang saat itu berkata, “iya memang kita riya. Kita memang pamer kita berada dimana, sama siapa, ngapain aja kan memang mau ngasih tau ke orang-orang apa yang kita sudah punya. Sosmed memang tempat ajang pamer menurut ulan.”
Jujur, aku juga pamer. Ketika khalila bisa nyanyi, aku posting. Ketika khalila tidur lucu, aku posting. Ketika khalila mengucapkan sayang padaku, aku posting juga. Saat aku sedang bersama temanku jalan ke mall, aku posting lagi, ketika aku mendapatkan makanan enak, aku posting, dapat nilai bagus, posting, dapat nilai jelek, curhat, posting lagi, karoke, nah kubiarkan orang mendengarkan suara merduku, ku posting juga. Semualah aku posting. Sebenarnya niatku adalah menunjukkan ini loh yang buat aku bahagia, ini loh yang aku lakukan, ayo dong beli ini gak nyesallah kelen –promosiin barang maksudku- ini loh yang terbaik bagiku, ini loh kawan-kawan keren aku, jadi aku sebenarnya gak sendiri, aku punya apa yang kelen punya.
Dan aku juga pamer di salah satu akun igku bahwa aku bisa motret bagus dan ngedit video dengan baik, aku berharap yang ini adalah hal baik yang dapat menginspirasi orang.  

Makin kesini, aku jadi makin banyak memikirkan hal.

Ada disuatu saat aku merasa tidak punya teman,dan aku kesepian. Aku memposting di historigram suatu kalimat yang galau, teman sosial mediaku pun bertanya, ‘ada apa?’  dan aku bercerita. Aneh aku rasa. Aku berpikir, ini yang aku inginkan? Mereka bertanya aku menceritakan lalu mereka menghiburku. Dan ternyata, tanpa disadari aku menceritakan ke semua teman-temanku, bahwa aku galau. Hal bodoh ternyata yang aku lakukan karena tidak ada privasi lagi di hidupku ini.
Ada dimana –sering- aku menemukan, ketika aku dan teman sosmedku yang komenan, dman, terlihat akrab  dan saat tak sengaja bertemu, kami tak berbicara satu dengan yang lain. Aku merasa, kok begini? Sejujurnya, aku selalu berusaha menjadi sama antara dunia nyata dan dunia maya, tetapi tidak semua orang seperti itu. Aku sedikit kecewa dengan yang seperti ini. Dan aku ingin menambah teman di dunia nyata. Jadi kalau kamu membaca tulisan ini, ayo kita saling menyapa di dunia nyata.
Ada lagi nih, sosmed membuat aku tahu kehidupan, kadang yang paling pribadi dari seseorang. Aku melihat orang curhat tentang rumah tangganya, pertengkaranya, percintaannya, apa yang dia inginkan dan tidak inginkan. Kadang aku mau bilang, ‘aku gak butuh tau itu’ tapi pada kenyataanya dia tidak minta aku lihat, tapi aku yang melihatnya. Aku menemukan kebodohanku selanjutnya.
Dan kadang lagi, ternyata sebuah postingan dapat diartikan berbeda oleh beberapa orang dan memicu alasan untuk bertengkar. Aku merasa pernah mengalami ini.

Apalagi ya, aku pikir sebentar.
.
.
.
Aku sadar kalau aku terlalu banyak –bahasa kerennya to much (apasih, gak penting)- mengumbar kehidupanku ketika teman baikku berkata ‘ntah apa aja yang ulan share di historigram, banyak kali’, gitulah kira-kira bahasanya, dan disana aku merasa ternyata ada juga yang terganggu dengan postinganku, seperti aku yang terganggu dengan postingan temanku. Teman baikku yang lain malah berkata ketika aku cerita hal ini‘ngapain sih lan ngedengerin apa kata orang lain, do what you want ajalah’.
Dan lagi, waktu yang kuhabiskan terlalu banyak di sosial media. Aku merasa sosial media adalah sumber info tercepat dibandingkan Koran online manapun. Misalnya, macet, aku tau di wilayah mana yang macet ketika temanku ngeposting.

Banyak baiknya juga sih sosial media ini.

Nah, kenapa  sempat menutup sementara instagram? Karena aku jenuh dengan melihat hidup orang lain. Tapi aku masih pakai facebook dan twitter dimasa ini. Kenapa? Facebook karena aku ada urusan dengan beberapa orang yang hanya bisa di hubungi dari facebook, dan twitter, karena aku saat itu sedang mengikuti cpns (yang gagal perkara kurang 3 point, Alhamdulillah, ini yang terbaik dari Allah, Insyaallah Allah akan menggantinya dengan yang sangat dan lebih baik dari yang aku harapkan, amiiiin) memerlukan informasi dari salah satu akun resmi pemerintah.
Aku senang menjalani hidup tanpa instagram saat itu (sekarang ulan udah aktif lagi) aku lebih banyak berbicara dengan orang sekitarku. Aku lebih banyak baca artikel, aku jadi lebih tenang belajar untuk cpns kemarin. Sebenarnya bisa juga sih dengan mengaktifkan instagram, tapi aku tau batas dan kemampuanku. Aku tau bahwa dengan instagram aku aktifkan, aku tidak bisa mengatur waktu untuk belajar.
Aku juga menemukan teman-temanku ternyata kehilangan aku. Aku akan capslock, KEHILANGAN. Aku kan tadi sempat bilang, aku kesepian. Aku merasa pertemananku dengan orang-orang adalah semu. Dan aku merasa bahagia ketika teman baikku mengkhawatirkan keadaanku karena dia tidak menemukanku di instagram. Ketika teman baikku mengechat pribadi ke aku bertanya kabar , bukan mengetag namaku dari foto postingannya. Aku bahagia ternyata ada yang khawatir aku block ignya karena aku merasa mereka ingin menjadi temanku (maaf we, kalau memang tidak mengganggu hidupku, aku tidak mengeblock orang sembarangan, apalagi orang yang pernah tertawa bersamaku) . Ternyata yang akuinginkan adalah perhatian yang tidak usah di umbar. Yah, dengan hal sederhana ini aku bahagia.

Tapi, ada baik ada buruknya juga yakan. Aku saat menutup instagram tidak tahu berita yang lagi hits sekarang. Kebanyakan gossip artis sih. Tapi berita lain yang viral aku pun tidak tahu.

Ini yang mengejutkan bagiku. Aku pernah mengira, jaman now semua orang yang paham menggunakan gadget pasti punya sosial media untuk posting dan bercerita apa yang dilakukannya. Ternyata, masih ada orang yang tidak punya sosmed berlebih. Aku dulu tidak paham, di jaman sekarang orang yang gak pamer tentang hidupnya ada, ternyata  ADA dan lebih dari satu orang. Pertama adalah si abang yang sering duduk satu meja denganku saat kuliah, dan satu lagi adalah si abang calon hakim dikelasku. Mereka mungkin memang sudah punya akun, tapi mereka tidak mempergunakannya seperti banyak orang menggunakannya. Aku sih salut dengan mereka yang tidak terkontaminasi pemikiran ‘semua harus tahu hidupku’.
 Itulah, aku akan berusaha mengurangi pemakaian sosmed berlebih,karena, sesuatu yang indah dan menyenangkan hati ingin aku simpan sendiri (dan dia, kalau ada) dan tak ingin ku bagi dengan siapapun. Sihiiii. Aku akan berusaha hanya  share 1/10 dari hidupku (walaupun pada kenyataannya aku akan share 8/10). Bukannya itu sudah cukup untukmu teman mengetahui kabarku hari ini?

Sekian. Ambil yang baiknya, lupakan yang buruknya dari tulisan ini, please.
Wassalamualaikum.
Binjai, 8 Desember 2017