Buka Jilbab


Assalamualaikum pembaca yang baik budinya.

Judulnya adalah hal yang paling sering aku pikirkan di tahun 2016 sampai 2017 pertengahan. Ya! Buka jilbab alias tidak memakai jilbab lagi.

Sejujurnya, di postingan-postingan lalu-lalu aku sudah pernah bilang bahwa aku masih buka tutup jilbab, yang sampai saat ini masih aku lakukan. Misalnya di rumah, ke warung belakang rumah, ke indomaret dan ke pasar, aku hampir selalu tidak pakai jilbab.

 Tapiiii… sejauh ini aku sudah berusaha untuk tidak lagi mengumbar rambut indahku ini ke mana-mana. Terakhir sih saat uni menikah, aku tidak pakai jilbab setelahnya aku berusaha untuk memakai jilbab kemanapun aku keluar. 

Kenapa ada pikiran untuk membuka jilbab? Jujur nih, aku kepikiran membuka jilbab saat bercermin dan mendapati aku lebih cantik dengan membuka rambutku, ketika aku ikat rambutku, dan ketika aku memakai aksesoris rambut. Benar bahwa rambut adalah mahkota bagiku dan aku cantik karenanya. Hahaha.. kok narsis kali yakan?

Terus… karena melihat wajahku yang besar dan tirus, kadang aku merasa aku tampak tua ketika memakai jilbab. Dan, aku sering tidak percaya diri karenanya.


TAPI ITU DULUUUUUUUUUUU.


Aku sudah pernah bilang bahwa aku dikelilingi teman-teman yang baik. Aku bersyukur pada Allah akan hal itu.

Teman-teman wanitaku tidak menghakimi saat aku menyatakan akan membuka jilbab –pada saat itu- mereka hanya bilang “terserah ulan saja, tapi pakai jilbab kan baik ya. Menjaga ulan.” Hanya itu.kadang dengan kata-kata yang singkat, orang lebih akan dalam memikirkannya.  (thanks Mi, Dib, Dit, Dil, Yul, wo ai ni) 

Aku setuju dengan kalimat “hidayah gak datang sendiri,tapi di jemput” terdengar seperti salah satu pandangan hidupku “rejeki itu gak di tunggu, kita yang berusaha cari, kalau gak di cari gimana bisa dapat?” begitu. Apakah aku sudah mendapatkan hidayah? Aku tidak bisa menjawabnya sekarang.

Tak sengaja atau memang rejekiku bagus, aku gak tau, postingan di sosial mediaku saat aku lagi galau galau gundah gulana gitu, isi timeline sosmed aku tentang jilbaaaaaaab semua. Tentang pentingnya jilbab, tentang manfaat jilbab, tentang hukumnya pakai jilbab. Aku kan punya pemahaman juga yakan, terpikirlah sedikit banyak tentang hal itu.

Akhirnya, aku mengambil keputusan. Yah, berat memang memakai jilbab bagiku ditengah-tengah udara yang panas, dress rok pendek di etalase toko  yang manggil-manggil, style rambut yang lagi in, secara jiwaku menyukai fashion kekorean. Mungkin kamu tak mengerti rasa beratnya.

Aku juga disini berterima kasih pada Dede (selamat atas pernikahanmu yang Ulan gak bisa hadir, but doa terbaik dari Ulan sudah ulan sampaikan ke Allah), yang rajin sekali dulu memberikan aku ceramah. Kadang dia ngetag di ig  tentang jilbab, pas lagi random chatingan dia juga nyinggung jilbab, dimana bagiku itu bukan urusan dia dan masalah agama seseorang itu sensitif untuk secara blak-blakan di bicarakan, tapi si Dede ini enteng aja gitu ngomong sama aku padahal teman-temanku yang lain rata-rata segan mau ngomong samaku –entah kenapa, bawaan badan kali ya orang segan bawaannya sama aku- . Dan… disitu mungkin arti teman. Aku ingat dia pernah bilang kira-kira gini “Lan, aku gak mau temenan sama kau Cuma di dunia aja, aku juga mau ketemu kawanku di surga”.  Saat itu aku sedang dalam mood yang dapat menerima, kata-kata itu nge-jleb sekali di hatiku.  

Kalau dulu setiap keluar rumah –bukan ke kampus- aku masih sering gerbang rambut, harus aku katakan bahwa aku bukan orang yang suka pakai baju terbuka, sehingga tidak begitu masalah untuk memakai jilbab kemanapun pergi. Setidaknya seperti menambahkan satu lembar kain lagi dikepalaku.

Dan disinilah aku sekarang. Sudah mencoba memakai jilbab kemanapun pergi. Dan aku sudah mendapatkan style memakai jilbab yang pas dengan wajahku, di tambah lagi kejadian-kejadian lalu yang sudah aku posting sebelumnya di kisah 2017 membuat aku mencintai diri sendiri. Aku serasa di berkahi kebaikan. Hanya itu.


Apakah aku terjaga?
Aku merasa belum. Beberapa kali aku masih mendapati pria menyiul saat aku lewat dengan memakai jilbab. Aku gak tau apakah sekarang orang berpikir jilbab hanya fashion atau memang suatu kewajiban. Tapi yang pasti, aku mulai menjaga tingkah laku. Dulu aku genit, sekarang genitnya berkurang, dulu aku centil, centilnya berkurang, dulu aku ngomongnya kasar dan sadis, sekarang dijaga ngomongnya, sok cantik di sosmed, sekarang udah agak dikurangi -walau kadang masih kelepasan juga- . Yah,,, karena jaman now, ketika seorang wanita berjilbab berbuat salah, maka orang akan memandang jilbabnya sih bukan orangnya. Jadi daripada aku membuat jelek jilbabku yang merupakan identitas agamaku, dan ketimbang menyalahi orang, lebih baik aku yang menjaga perilaku.

Akhirnyaaaaa, aku memilih untuk memakai jilbab. Insyaallah gak ada lagi pikiran buka tutup kayak warung. Pilihan tepat bukan?


Review Novel Dilan 1991



Halo. Assalammualaikum.

Masih euphoria Dilan dimana-mana. Sukses besar nih filmnya. Selamat kepada para team yang –aku yakin- sudah bekerja keras mewujudkan harapan pembaca novel Dilan secara visual. Dan terimakasih, setidaknya filmnya sudah menyenangkan hatiku.

Aku lanjut baca novel Dilan 1991. Nah, ceritanya setelah Dilan dan Lia pacaran.  Aku sih sudah menebak kalau masa PDKT lebih romantis daripada masa pacaran, kejadian kan di novel ini. Pacarannya pun singkat kali. Perasaan aku setelah membaca novel ini… kezal, sumpah. Geram kali aku liatnya.

Jadi gini.  Oiya , kayaknya aku bakalan spoiler sedikit banyak cerita di novel ini, kalau ada yang niat baca novelnya, gak usah terus di baca sampai selesai tulisanku ini. Oia,aku kemarin baca blog kak Teppy tentang review film Dilan 1990, dan aku saranin di baca blognya dijamin ngakak. jadi mungkin aku akan terikut gaya nulisnya yang all out.

Kan akhir di novel Dilan 1990 mereka resmi pacaran dan raon-raon tuh naik motor yakan. Tapi sebelumnya ada perkelahian antara Anhar dan si Dilan gegara si Anhar nampar Lia. Waduuuh.. aku kira cerita mereka sudah selesai sampai disitu dan selebihnya tentang cerita romantic-romantisan sampai nikah dan happily ever after. Ternyata!!!! Aku kecewa setelah baca daftar isinya. Hahahahaa.

Nah, merembetlah perkelahian si Dilan vs Anhar ini di Dilan 1991.
Sepanjang cerita yang aku baca dari sudut pandang Lia, perkelahian ini banyak memicu masalah di sepanjang cerita, pokoknya perkelahian ini awal mula segala-galanya. Aku lebay sih memang.
Setelah pacaran, Lia ini ngatur-ngatur hidupnya si Dilan. Dia maunya Dilan ikutin semua saran-saran yang menurut Lia baik. Pokoknya Dilan terkekang dan tak sebebas merpati lah –maklum, si ulan fans Kahitna- hidupnya Aku sih ngerasa,Dilan itu anak genk mo kan,sewajarnya kalau anak genk mo ini hidupnya bebas. Lagian, aku ngerasa juga dari Dilan 1990 si Dilan sejak kenal Milea jadi terkesan menjauh dari teman-temannya, jarang nongkrong bareng teman-temannya. Begitu.

Lanjuuuut!

Nah, sampai ketika, Dilan di pukulin –dikeroyok- kakaknya Anhar di warung Bi Eem, ini adalah perkelahian pertama Dilan sejak resmi pacaran. Taulah yakan orang baru pacaran, masih hot-hotnya, masih romantis-romantisnya, cemaslah si Lia ini, langsunglah dia ke tempat Dilan dan mengobati luka-luka Dilan. Lia udah kesal nih dan rada marah ke Dilan, aku pun heran, udahlah Dilan yang di serang, Dilan pulak yang di marahi, aneh gak?
Lia besoknya pergikan ke rumah saudaranya yang baru pindah ke Bandung, punya anak cowok namanya Yugo. Singkat cerita, keluarga ngejodoh-jodohi yugo sama Lia, Lia belum bilang dia jadian sama Dilan. Nah, malamnya pas si Yugo mampir ke rumah Lia, ada telpon yang ngabarin kalau Dilan mau aksi balas dendam. Nah, gak sukalah si Lia. Sibuk dia mau ketemu Dilan, akhirnya minta tolong yugo buat antarin dia ketemu Dilan di minimarket. Yugo gak tahu kalau lagi di manfaatin buat antarin Lia ketemu Dilan.
Terus nyampe-nyampe Lia marah-marah lagi, gak suka dia ada aksi balas dendam ini daaaaan ngancam Putus. Oh dasarlah memang anak perempuan, dikit-dikit minta putus. Nah, si Yugo datangin diliatnya mungkin si Lia berantam sama  siapa gitu kan, nah si Dilan ini gak tau siapa Yugo, mungkin Dilan cemburu.

Btw, aku kok rasa aneh,setiap malam Dilan Lia ini telponan, masa Lia gak cerita ke Dilan kalau besok dia mau ketemu saudara yang sudah lama gak ketemu –Yugo maksudku. Biasanya hal-hal gini kita certain kan ya ke pacar. Tapi mungkin si Lia gak kepikiran.
Nah, di tangkap polisilah si Dilan ini. Oke aku gak akan cerita detail ya. Singkat cerita gak jadi putuslah Dilan Lia ini, karena Lia sadar ini karena Lia berantam sama Anhar makanya Dilan berakhir di tangkap polisi.

Nah, mereka putusnya yang beneran ini yang aneh.
Kan, si Akew meninggal dan Lia kembali ngatur-ngatur hidup Dilan. Sekalinya Dilan mau nyerang genk mo yang bunuh Akew , si Lia gak  suka kan, pergi dia ke tempat Dilan ngumpul ngerencanain penyerangan, dan disana lia minta putus yang sebelumnya Lia nampar Dilan. Dasar anak remaja.
Nah, aku kirakan ya, si Dilan ini cinta sekali ke Lia, kaulah bulan kaulah bintang, gitu awalnya pikiranku.. eeeeh putus, Lia pergi, terus Dilan ngerayu minta Lia dia antar pulang, sampai rumah, udah selesai.Tak ada kata-kata merayu atau apalah gitu seperti Dilan 1990. Gak ada. Yang ada, si Lia yang sibuk mencari dan nangis.
Sudah… setelah putus itu ceritanya berlanjut ke perasaan Lia yang masih merindukan Dilan sampai dia Kuliah dan setelah menikah dengan orang lain. Nah malah, si Lia ketemu sama pacar Dilan saat di makam ayah Dilan. Sedihlah rasanya Lia, tapi Lia pun sudah punya pacar.


Komen Aku.

Aku agak kesal memang dengan jalan cerita di Dilan 1991 ini. Gak buat aku senyum senyum sendiri dan malu-malu sendiri bacanya. Yaaah.. ada sih beberapa bagian yang aku suka. Misalnya saat bagi raport saat Bunda mengaku ibunya Lia didepan Ibunya Anhar. Waaah, aku bayangin kerennya Bunda saat itu. Betapa tegasnya Bunda membuat Ibu Anhar tak berkutik dan malu sendiri. Sejauh ini, Cuma bagian itu aja yang membuat aku bersemangat.
Aku kecewa dengan Dilan. Aku kira Dilan bakalan berusaha mendapatkan lagi Milea, padahal Milea bilang di depan Bunda dan Dilan–setelah putus- kalau dia masih sayang ke Dilan. Tapi ya itu, manja-manja gak jelasnya anak gadis remaja. Dia mau di rayu-rayu di pujok-pujok, yah setidaknya Dilan berusahalah menkontak dia setelah putus. Nyatanya, hanya Lia yang setelah putus, sibuk menghubungi rumah Dilan dan masih menyari Dilan.
Itu aja sih.

Mungkin Aku akan mendapatkan alasan dinginnya Dilan setelah putus ini dari novel selanjutnya, Milea,suara hati dilan. Aku mungkin akan menunggu gimana visual dari film Dilan 1991 (mungkin tahun depan keluarnya).

Sudah.
Sampai sini aja.
Sekian

Ulan

Kartu cinta untuk Pak Presiden dari Adik Presiden Mahasiswa



Assalamualaikum.

Sudah selesai Aku kira berita kartu kuning dari Bem UI ke Pak Presiden, (atau belum), aku tak tahu karena di sosmed Aku dan beberapa situs online masih memberitakan kartu kuning.
Aku bukan ikut-ikutan, hanya memberikan pandangan sebagai sang dua kali menjadi mahasiswa. Aku terpikir untuk menulis ini karena ibu bertanya pendapatku sebagai sang mahasiswa dua kali, dan kenapa tidak ku tulis saja. Dan, bagi pembaca cuap-cuap yang kebetulan singgah ke sini, bole kok berbeda pendapat atau mau komen juga boleh, karena aku tahu ilmuku tidak begitu luas (makanya aku masih dan akan selalu belajar).
Ada beberapa hal yang menjadi highlight bagiku.
1.      Presiden di undang Universitas Indonesia saat dies natalis. Aku tekankan, DI UNDANG.
2.      Presiden BEM mengacungkan sesuatu yang kemudian hari disebut kartu kuning yang sebelumnya meniup peluit.
3.      Beberapa media online menuliskan ada orasi sebelum acara di mulai dari Mahasiswa.

Oke, aku bahas satu-satu.

1.      Presiden merupakan Undangan dari Universitas.

    Sebagai tamu undangan, tuan rumah harus membuatnya merasa nyaman di acara tersebut.  Apalagi ini acara formal yang berisi orang-orang pintar di bidangnya. Aku yakin, pihak Universitas merasa tidak enak kepada Presiden karena kejadian ini. Bagaikan tamu, udah di undang tapi tidak bisa kita layani dengan baik.
Bukan hanya dosen-dosen dan para guru besar yang harus menjaga nama kampus di acara ini, mahasiswa sebagai bagian terbesar dari Universitas juga harusnya ikut menjada nama baik kampus. Dengan bagaimana? Dengan mengikuti tata tertib dari acara. Yang paling penting, jangan membuat acara sendiri di dalam acara.
Jujur saja, aku kadang iri dengan Universitas Indonesia yang dengan segala kemudahan berada di IbuKota Negara dapat mendatangkan orang-orang penting ke acara mereka, contohnya saja Presiden. Kadang aku ingin kampusku juga di berikan kemudahan untuk orang-orang penting datang, setidaknya kalau Presiden datang, kampusku akan heboh sekali.

Cukup curcolnya. Lanjut ya.

Jadi, sebagai tamu sekaligus merangkap orang paling penting dan kepala Negara di Indonesia, Pak Presiden MEMANG dan HARUS di hargai, di hormati. Siapa lagi yang menghormati Presiden kita kalau bukan kita? Bukannya kita di didik dengan sopan santun khas orang timur? Bukankah kita harus menghormati pemimpin kita? Kalau kita melakukan hal tidak sopan seperti ini, bagaimana kita mau marah kalau orang luar sana melakukan hal yang sama kepada pemimpin kita. Bagaimanapun, selama  Pak Joko menjadi Presiden beliau akan membawa nama Indonesia di setiap langkah kakinya, yaitu namaku juga, nama keluargaku juga, nama kamu juga dan nama Universitas kamu juga. Kalau Aku, bagaimanapun orangnya, siapapun orangnya, apa latar belakangnya, ketika dia menjadi pemimpinku, aku akan menganggapnya imam dan mengikuti perintahnya –asalkan tidak bertentangan dengan kepercayaan dan nilai-nilai yang aku anut. Toh, beliau terpilih secara demokrasi kan ya. Jadi ketika aku mempermalukan Presidenku bearti aku mempermalukan diriku sendiri. Kalau ada yang tidak menghargai Presidenku,artinta  aku juga gak di hargai. Begitu.

2.      Meniup Peluit dan kartu ‘cinta’ kuning.

   Sudah ku katakan di atas, jagalah tata tertib acara apalagi kamu adalah tuan rumahnya. Bagaimana ketika kamu punya acara lalu kemudian panitiamu menganggu acaramu? Kalau aku, kalau halal lah memakan manusia, udah ku makan dia,  syukurlah jadi kanibal haram yakan.
Siapa sih yang senang terjadi keributan diacaranya? Tidak ada aku rasa. Taukan gimana suara peluit? Memekakkan telingga. Ya aku setuju. Dan aku merasa itu adalah hal yang fatal dilakukan mengingat ini bukan acara music, tapi acara formal.
Kartu ‘cinta’ kuning. Kenapa aku kasih kata ‘cinta’ di tengahnya? Karena aku yakin maksud Dik Presiden BEM UI ini baik. Yah, dia care dengan apa yang terjadi dengan saudara kita di Papua sana. Aku mengerti. Bagaimana media saat ini memberitakan tentang salah satu suku di Papua terlihat sangat menyedihkan. Aku tau perasaan itu. Bagaimanapun dia adalah Presiden dari salah satu kampus terbaik di Indonesia, aku rasa wajarlah dia merasa hal ini perlu perhatian khusus. Apalagi kita tahu, apapun yang terjadi di Papua, dunia Internasional selalu meliriknya menjadikan isu yang harus di bahas dan menyangkutkannya dengan hak asasi manusia. Setuju?

Tapi yang tak ku setujui adalah cara Dik Presiden BEM UI ini mencari perhatian. Oke, mungkin dia mau di dengar suaranya mewakili mahasiswa yang diwakilinya dan menurutnya inilah caranya yang memberikan dia sorotan lebih. Dari keterangan yang tersebar di dunia perberitaan, doi ingin memberikan, apa ya namanya… peringatan atau kritik – tentang permasalahan Indonesia, yah yang di tonjolkannya adalah tentang suku Asmat ini –yang terakhir ku dengar kok ada dibahasnya tentang jalan tol?. Yah, udah ku bilang niatnya bagus, tapi caramu dik, tak baik.
Jadi bagaimana menurutku cara yang baik memberikan kritik dan saran untuk pemerintah? Bacalah tulisan ini sampai habis, oke?

3.      Orasi sebelum acara oleh mahasiswa

Apa itu orasi? Langsung berbicara menggunakan suara untuk memberitahukan informasi kepada banyak orang. Yah, kalau kamu melihat demo, ada yang ngomong berpidato dengan sound yang keras, nah yang dilakukannya itu adalah orasi. That’s for your information aja, aku yakin kamu tahulah yakan apa itu orasi.
Jadi, bearti para mahasiswa ini telah menyuarakan pendapatnya, kritikannya, dan keinginannya dengan berorasi di wilayah universitas.
Gini aku mau cerita dulu.
Aku tahu ketika orang penting datang di suatu daerah,( aku mau ngasih gambaran ilustrasi, tpi aku gak tau ini kejadian atau ngak), misalnya saja Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara, kita contohkan disini Menteri hukum dan Ham yang datang ke sini. Pernah dengar cerita narapidana yang ada di lapas (lembaga permasyarakatan) Tanjung gusta kabur ramai-ramai dan meresahkan warga, ingat? Nah alasan mereka kabur karena sudah penuh isinya dan mereka tidak nyaman berada disana – hotel kale Lan nyaman-, Nah, orang orang yang berkumpul dari ormas – ormas, atau aktifis yang peduli akan hal itu akan melakukan demo, biasanya di tempat dimana acara yang akan di kunjungi orang penting tersebut. Disana mereka akan berorasi, menyuarakan pendapat, memberi tahukan keinginan dan keresahan mereka.Di dengar atau tidak di dengar oleh menteri tersebut, aku tidak tahu. Tapi yang aku yakinin, dia pasti mendengarnya mungkin melalui staf-stafnya atau dari media massa yang dibacanya. Yang pasti, dia sudah tau keinginan kita.
Begitu juga di UI kemarin. Para mahasiswa itu melakukan orasi untuk di dengar oleh orang penting, dalam kasus ini Pak Presiden. Nah, mereka sudah melakukan hal yang benar menurutku. Demo memang diperbolehkan untuk meyuarakan aspirasi rakyat, -dengan memenuhi prosedur sebelumnya-, mau di dengar tidak di dengar, minimal aksi ini akan masuk  di Koran kampus atau tidak, mungkin akan terdengar di jejaring sosial.
Udah dapatkan maksudku?
Ya,benar. Maksudku bahwa dengan melakukan orasi di sekitaran kampus, itu akan jadi bahan pembicaraan untuk orang yang melihatnya dan akan cepat menyebar menjadi berita dan lambat laun akan terdengar kepada orang yang kita tuju. Jadi, buat apalah Dik Presiden BEM UI menjadi wasit bawa bawa kartu cinta tersebut kalau dia udah menyuarakan pendapatnya.


Nah, Jadi bagaimanalah menurutku cara menyampaikan pendapat yang baik?

Menurut aku, kita mahasiswa memang agent of change, kita dapat membuat perubahan besar. Reformasi di dapat Indonesia dengan pengorbanan dan kerja keras mahasiswa. Dua orang presiden turun karena Mahasiswa. Pendapat mahasiswa di dengar pada forum forum baik nasional maupun internasional. Waah, betapa beruntungnya kita sebagai mahasiswa, bukan? 
Sebagai mahasiswa, aku juga meyakinin kita harus tahu peran serta kita di dalam kehidupan bermasyarakat. Dimana, orang awam akan melihat kita sebagai pribadi yang intelektual, dan orang yang intelektual akan menunjukkannya dengan sikap dan tutur kata. Kenapa? Aku salut kepada dosen-dosenku yang memiliki tutur kata dan nada bicara yang baik, aku jadi tahu bahwa mereka pintar dan semua yang keluar dari mulut mereka adalah ilmu. Kita akan mendapati perbedaan sikap tutur kata dan nada bicara ketika kita ngobrol dengan orang mungkin yang tidak sekolah tinggi, dimana ketika mereka berbicara kita hanya akan mendengarkan masuk kanan keluar kiri karena kita tahu bahwa yang mereka katakan pun mungkin penyampaian dari orang lain yang tidak mereka saring. Itulah perbedaannya.
Jadi,  bagaimana caranya?

1.      Berdemo.
Demo itu legal asalkan kamu mengikuti prosedur sesuai peraturan yang berlaku. Dan demo akan mendapatkan banyaaaak perhatian dari media massa dan tentu saja semua orang yang melihat. Setidaknya mereka akan ingin tahu dan berbicara dengan orang di sekitarnya dan secara berantai berita tersebut akan menjadi viral.
Memang kadang mengecewakan saat demo aku melihat para pendemo tidak dapat bertemu dan berdialog dengan orang pentig yang mereka inginkan berbicara. Yah, setidaknya mereka tahu kalau pendemo datang.

2.      Menulis
Seperti aku sekarang. Aku menulis bagaimana pandanganku tentang suatu hal yang terjadi. Suatu issue yang sedang merebak dan memberikan penjelasan menurut sudut pandangku kepada mereka yang ingin tahu. Yang ku inginkan adalah, ketika ada orang lain yang ingin melakukan hal yang sama dengan Dik Presiden BEM UI dan kebetulan membaca blogku ini, dia akan berpikir ulang dan mencari cara terbaik untuk menyuarakan suaranya.
Sekarang menulis untuk di dengarkan gampang aku rasa, Kamu menulis di situs yang banyak di kunjungi orang –tentu saja dengan baik tulisannya- kalau netizen membaca dan dia setuju, maka tulisanmu akan di retweet atau di share netizen. Daaaan… kamu mengubah sudut pandang orang lain. Syukur syukur kalau tulisanmu di baca oleh orang yang kamu tuju, misalnya saja disini Pak Presiden. –Pak Presiden punya akun sosial media, kalau kamu berani bisa kamu tag si Bapak.

3.      Melakukan Diskusi umum
Maksudku, kamu jika seorang yang aktif berorganisasi –malah lebih baik kurasa- bisa membentuk perkumpulan untuk di diskusikan apa masalah yang sedang di alami, dan bagaimana solusinya. Dari diskusi-diskusi tersebut mencapai kesimpulan yang baik, kamu bisa mengaplikasikannya secara mandiri karena mempunyai massa.
Atau kalau ada kesempatan, ide-ide tersebut di presentasikan kepada lembaga-lembaga yang menanganinya. Itu sangat membantu aku rasa.

Sudah banyak sekali aku nulis.

Yah, setidaknya aku mengkritik memberikan sedikit solusi. Dan sekali lagi, aku tidak menyalahkan apa yang di lakukan Dik Presiden BEM UI. Aku tahu maksudnya baik, hanya saja, setiap tindakan untuk kemajuan akan mengalami pro dan kontra, dan sayangnya untuk tindakannya aku di tim yang kontra.
Aku berharap, Dik Presiden BEM UI akan lebih bijak lagi dalam mengambil keputusan serta memberikan solusi dari masalah dan menggerakkannya untuk Indonesia.

Sekian,
Ulan


Review jujur : Dilan 1990 Novel dan Dilan 1990 Film


Assalamualaikum Pembaca cuap-cuap yang Alhamdulillah masih setia ngebaca tulisan Ulan ini dan halo kamu yang sudah membuka halaman ini di pencarian, selamat membaca review Dilan nya versi Ulan
.
Oke.
Gak ada rencana hari ini aku nonton Dilan bareng Iki. Tdinya aku ke Medan buat minta tanda tangan surat pengesahan dosen pembimbing thesis, dan aku kepagian intinya. Dan aku udah punya wacana nonton kalau gak bareng uni ya bareng Pupud (siapa lagi temanku nonton kecuali dua wanita kece ini yang siap menemaniku). Dan ini film pertama yangulan nonton di bioskop untuk tahun ini. (film-film dan serial-serial udah ada yang selesai ulan nonton tapi streaming)
Siapa sih yang sekarang ini gak familiar dengar nama Dilan –Dilan bukan Ulan, oke!- kayaknya gak di tivi, gak di iklan, gak di sosial media, si Dilan ini terkenal sekali sampai para komikus membuat meme ‘jangan rindu, itu berat kamu gak akan kuat, biar aku saja’. Dan aku dikenali Dilan dari Diba. Yap, diba pernah bilang
Diba: ‘Lan udah baca Dilan,’
ulan ‘belum ba, ada memang liat di gramed kemarin dan si kawan ada posting-posting, bagus ya?’
 diba ‘bagus lan, dibawa ke masa SMA, pokoknya buat kangen cinta cintaan SMA, tapi ini jadul kali’
 ulan ‘ntarlah ulan baca.’
Dan itu kejadianpas jaman s1 dan aku baru baca di tahun 2017 karena heboh Iqbal Cjr meranin Dilan daaaaan semakin hitz nya di semua saluran radio selama perjalananku di hari itu ceritain si Dillan dan Iqbal. Yah, kepo dong aku.

Mulai ya review novelnya.

Ayah Pidi Baiq benar-benar membawa aku ke dunia 1990nya ketika aku membaca novel ini. Aku  dapat membayangkan dengan baik suasana Bandung dan merasakan dinginnya Bandung. Aku selalu menanti-nantikan si Lia bercerita tentang Dilan, bagaimana Dilan menyapanya, bagaimana Dilan memberikan kejutan sederhana tapi romantis, bagaimana si Dilan ngegombal –bukan Milea aja tapi si Mbok juga di goda-  pokoknya si Lia beneran buat kita merasa Dilan itu hanya miliknya seorang.
Aku juga dapat membayangkan bagaimana marahnya Dilan kepada Anhar pas Anhar nampar Milea. Aku juga ikutan geram di buatnya.
Yang aku suka adalah, aku ini orangnya selera tua (aku suka bolu jadul, makanan orangtua kayak biscuit kelapa gitu, style jaman dulu) jadi bagiku romantis sekali hal-hal yang dilakukan Dilan seperti kirim surat ke milea, buat puisi, nelpon ke telpon rumah, Cuma saja si Dilan gak nyanyi pakai gitar ngejreng-ngejreng di jendela kamar Milea. Hahahaha.

Oke, sekarang ke fillm, kok novelnya dikit kali Lan? Karena… aku ingin kamu membaca novelnya juga dan terbawa dalam masa mungkin dimana ibu dan ayahmu masih remaja dulu (ibu dan ayahku 1990 udah punya satu anak dong ya).

Aku udah dengar deluan sih kalau si Iqbal Cjr ini meranin si Dilan sesuai harapan sang Ayah dan sang Sutradara. Jadi, aku focus ke bagaimana si Iqbal acting. Dan … aku melihat Dilan di Iqbal. Walaupun Iqbal kekurusan menurut aku (Iqbal kok ikut-ikutan kurus kayak ulan?) ,, tapi aktingnya oke. Wajah marahnya dapat sekali pas marah-marah di upacara, bentak-bentak di ruang kepala sekolah, marah ke anhar, dapaat kali. Pas romantisnya, mainin matanya, senyumnya, anggukannya, Iqbal juara.

Oke, berhenti ke Iqbal.
Secara umum,, apa yang aku inginkan ada di novel terwujud di film ini. Scenenya juga hampir sesuai dengan di novel,jadi aku seperti melihat novelnya di dalam film . kan kadang adakan film yang kita berharap sesuai dengan novelnya tapi ternyata ngecewain karena di rombak abis, nah di Dilan 1990 ini, kamu dapat apa yang kamu mau (setidaknya aku dapat).

Aku setiap menghayal dari novel ke film itu latar. Sejujurnya aku agak kecewa di latarnya.
Pertama, jalan ke sekolah.Milea bilang kalau jalan ke sekolah yang harus di jalan kaki setelah turun dari angkot adalah jalan yang menurutnya  romantis. Aku tidak melihatnya. Aku hanya melihat rumah-rumah model lama dengan pohon besar di pinggir jalannya. Aku tidak merasa itu jalan yang romantic. Maaf om Fajar.
Kedua. Tampak jelas beda tempat syuting  pagar sekolah dengan halaman sekolah. Mungkin di ambil di tempat yang berbeda. Dan aku rasa kurang enak di pandang.
Ketiga. Aku menginginkan latar Bandung jaman dulu. Mungkin susah kali ya mendapati latar belakang Bandung yang sepi dan 1990-an gitu. Aku memakluminya juga
Daaan keempat, efek computer saat Milea dan Bunda di mobil, aku hanya tampak bangunan rumah, dan taman yang kurang bagus gambarnya. Secara keseluruhan untuk latar hanya di kasih lihat perumahan dengan model bangunan jaman dulu. Hanya itu.

Aku suka penyingkatan scenenya. Seperti acara makan siang bareng wati dan milea bersama Bunda di sngkat hanya di halaman sekolah. Gak dimasukan scene yang banyak antara milea dan Kang Adi seperti saat makan malam dan di ITB. Oia, scene di taman mini Indonesia Indah juga gak ada jadi di ganti di halaman TVRI. Tak masalah sih bagiku, bagus juga, tapi lataranya gak sesuai harapanku. Hahaha.

Oia, scene yang Milea ngaku pacar Dilan di kede mbok eem juga ndak ada, padahal di trailer-trailer ada. (apa ulan yang gak focus ya?)

Peran Vanesha sebagai Milea disini alami banget ya. Bener-bener kayak anak gadis tahun 1990an yang ku lihat di film-film lama. Tapi kekinian lah yakan, dengan makeup santai gak tebal tapi tetap tampak, dan dengan gulungan rambut dibawah, bagus sih menurutku dan akan jadi tren di kalangan kita anak muda gini.

So far, acting semua pemerannya oke punya. Wajah jutek anhar pun dapat, wajah baiknya si beni juga dapat. daaaan ... aku senyum senyum sendiri nih nontonnya. malu-malu sendiri juga. hahahaha

Okeeee….penilaianku untuk film ini 8,5 dari 1-10. Dan aku saranin, untuk nonton. 

Sabtu, 3 Feb 2018

Ulan