Familiar Wife , familiar husband, are you? #stayhome

Halo pembaca. missing me? 

Saat aku menulis ini adalah hari ke sebelas aku #stayhome karena wabah Corona alias covid-19. Sumpah, ini mengganggu aku! Tapi demi Indonesia dan dunia yang sehat, tak apalah. Tapi aku segan juga sama atasan dan orang-orang dikantor. Hanya kami yang ke Jakarta kemarin yang dapat dispensasi untuk WFH. Yang aku takutkan, atasan dan pimpinanku merasa lebay sekali karena aku harus melaksanakan dispensasi itu, padahal belum tentu mereka berpikiran begitu, hanya perasaanku saja. Memang beberapa orang temanku kembali ke satkernya masing-masing karena tugas. Tapi aku? mendam dirumah gak keluar-keluar ketakutan ada carier corona di badanku dan menularkan orang disekitarku. Amit amit ya Allah.. jauhkan kami semua dari wabahMu ini, dan segerakanlah wabah ini usai. Amiiin .Dan sebenarnya sampai sekarangpun aku masih takut keluar dari wilayah rumahku. Tapi aku harus kembali ke kantor.

Aku kemarin selama #stayhome marathon nonton drakor Familiar Wife, terlambat aku nontonnya ya, tapi tak apalah. Nah, trus aku jadi kepikiran, ternyata kehidupan rumah tangga itu menyeramkan ya. Bisa merubah sifat orang. Hiii.. serem. Kalau di drama dia bisa kembali ke masa lalu untuk mengubah masa depannya, nah kita di dunia nyata emang bisa? Jadi kepikiran, aku nikah nanti gimana.
Rumah tangga orang-orang disekitarku juga punya masalah masing masing, bohong kalau aku bilang aku gak kepikiran dengan masalah mereka. yah gak urusanku sih, aku cuma kesal aja, kenapa mereka gak ngomong dan menyelesaikan masalah layaknya orang dewasa. Makna dewasa itu juga abstrak, gak ada standart baku untuk melakukannya. Kalau mereka bisa mengulang masalalu, bukan memperbaiki, tapi kurasa orang akan menghindari bertemu dengan pasangannya sekarang. Seperti drama yang ku tonton ini -walau akhirna mereka kembali bersama lagi-.

Aku bilang kalau aku kepikiran, aku tidak ingin melakukan kesalahan yang sama dengan yang dilakukan mereka. Yah itu aku, pasanganku nanti belum tentu kan. 

Aku sudah mencintai diriku sendiri, maksudnya aku akan menghindari apapun yang menyakiti diriku, apapun yang membuatku tidak bahagia akan ku tinggalkan, sesepele itu. Tapikan, kehidupan rumah tangga gak sepele. Walaupun aku bisa saja masa bodoh dengan orang disekitarku, tapi ada akibat di pihak lain, misalnya anak. Mana lagi, banyak ku lihat ketika orangtua berpisah, anaknya hampir semua terlantar. Gak banyak yang bertanggung jawab dengan anak, cara singkat, titipkan saja anak ke orangtua, kasih uang hidup anak, dan kita bisa berkarir dengan tenang. Tapikan gak semudah itu.

Bagaimana cara kerjasama dengan pasangan, menyamakan pendapat, memutuskan sesuatu, sesuatu yang kalau kupikirkan itu suatu hal yang ribet. sampai dulu aku merasa tidak ingin nikah karena, orang orang yang tinggal diwilayahku ini, setelah menikah jarang ada yang bahagia, walaupun udah punya lusinan anak, gak menjamin bahagia mereka, malah bertengkar terus, dan aku muak harus bertengkar, bersuara kuat, marah, kesal,banting barang, nangis, malah kalau ada anak, anaknya dimarahi sebagai pelampiasan. aku gak suka. 

Tapi itu dulu, sebelum aku merasa butuh seorang manusia.

Aku gak tau, butuh seorang manusia itu dalam hal apa, naluriah kali ya. kalau dipikir-pikir, aku bisa menghidupi diri sendiri, aku bisa membahagiakan diriku sendiri, aku bisa semuanya sendiri, apa lagi yang kubutuhkan, gak ada. Tapi disisi lain ada yang kosong, ada yang gak bisa aku dapatkan dari diriku sendiri.  sehingga aku menghapus pikiran ingin sendiri, karena aku merasa kosong.

Abang-abang di kantor juga suka bilang, "nikahlah dek, nikah itu enak, aku aja nyesal gak nikah dari dulu". aku belum tau nikah itu enaknya dimana bang...

Kalau dilihat-lihat lagi kebelakang, ayah ibu ku juga berselisih paham, kadang bertengkar, tapi kebanyakan mereka bahagia, mesra lagi, kadang buat aku kesal. Entah apa resepnya. sampai ayah pergi, terlihat ibuku kehilangan sekali sebagian kebahagiaannya, kalau sekarang dilihat, ibuku udah kurus sekali, udah jarang ketawa, dan pernah kemarin berduaan kami ke makam ayah, ibu masih menangis tersedu sedu. Mungkin itu suatu yang tidak kumengerti tapi bisa dirasakan kali ya.

Nah sekarang, gimana aku nanti. apakah pasanganku nanti melengkapi aku? membuatku bahagia? mengerti aku dan segala keanehanku? Bagaimana kalau aku dapat seseorang yang tidak sesuai harapanku? Apa pria yang bersamaku sekarang orang yang tepat untukku? Gak ada yang aku tahu, takdir memang rahasia, tidak ada yang tahu kita akan melangkah kemana, kekanankah, kekirikah, maju mundur syantikkah? 

Kalau kata ibuku, udah jalani aja dulu. Yaudah, ku jalani aja.

Tapi, tetap aja aku kepikiran. seperti sekarang aku bingung udah nulis segini panjang mau kasih judul apa. wkwkwkwk.