Ekstrovert atau introvert


Ekstrovert atau introvert?
Aku bersama Ika pernah ngejawabin test psikologi dar si Gabeta –doi baru test pakai soal yang sama dari seorang psikolog- tahun lalu . Dari hasil test itu, diketahuilah kalau Ika adalah ekstrovert dan aku… aku tak bisa menentukannya. Dari tiga sesi soal, aku mendapati diriku stabil nilaiku 50:50. Gak ekstrovert dan gak introvert.  
gambar dari google

Aku tadinya gak begitu peduli apakah aku ekstrovert atau introvert, sampai sekarang pun aku gak peduli. Tapi, dari beberapa artikel yang aku baca, banyak perusahaan atau tempat kerja memperhatikan segi psikologi ini sebagai bahan pertimbangan. Yah, sebagai jobseeker aku jadi memperhatikannya jugalah yakan.

Nah, seperti golongan darah, banyak yang terpaku bahwa A harus perfectionist, B harus lebih easy going, O orang ceria, AB lebih tenang, orang yang mengetahui dia golongan darah apa akan mengikuti kepribadian yang ‘seharusnya’ dimiliki golongan darahnya padahal dulunya dia berkebalikkan dari sifat yang ‘seharusnya’ tersebut. Begitu juga beberapa orang yang disekitarku. Ketika dia ternilai sebagai introvert, maka dia akan bener-bener jadi pendiam, penakut, sama juga yang ternilai menjadi ekstrovert dia akan lebih berusaha ceria –walaupun dia sedang sedih.

Mungkin ini Cuma aku kali ya, karena aku tidak dapat menentukan aku ekstro atau intro. AKu juga merasakannya sih. Begini, kadang aku merasa senang di tempat ramai, gampang berbaur, ramah tamah, gak malu-malu ngomong dimana aja, yah layaknya ekstrovert, tapi aku juga mendapati diriku nyaman dengan pikiran sendiri, nyaman jalan sendiri, menyukai tempat yang tenang, suka suara ya slow, suka duduk sendiri termenung, layaknya introvert.
Kata orang aku ambievert, bisa jadi.
Tapi, aku memperhatikan orang disekitarku. Ada yang pendiam, dikeramaian dia suka di sudut-sudut tempat tidak terlihat, tapi saat dia sudah ketemu teman yang nyaman, dia akan berbicara juga, akan berbagi pengalaman, dia juga akan lebih berani layaknya ekstrovert –kayak uniku. Ada juga orang yang aku temui berkarakter ekstrovert, senang ngobrol, ramah tamah, tapi ketika di tempat yang gak nyaman, dia akan merasa keki juga, merasa terjebak, dan akhirnya dia akan menjadi diam layaknya introvert –seorang temanku merasakannya.
Jadi, kesimpulan yang aku dapat, ekstrovert atau introvert seseorang itu tergantung dimana dia berada. Apakah dia berada di tempat yang dia nyaman atau tidak. Seperti itu.Yah kesimpulan ini diambil dari sisi penglihatan dan yang aku alami.

Kalau ada psikolog yang membaca tulisan ini, boleh komen dibawah gimana pandangannya. Manatau ada yang kebetulan singgah di tulisan ini dan perlu pencerahan (kayak aku). Dipersilakan.

Salam

Ulan

Women March 2018 -Menjaga wanita, atau menghancurkan wanita?


Assalamualaikum

Hari ini ulan mau cerita tentang sesuatu bertema “women march” yang beberapa hari ini berkembang di dunia persosial media dan berita online. Lets see …



Di berita sedang santer terdengar kabar model asal Indonesia yang dianiaya oleh pacarnya sendiri. Wah, aku merasa “kok mau dia di aniaya,bukan sekali dua kali ini”. Padahal Cuma pacar, masih orang lain, sudah  berani mukul-mukul. 
Sebelum ini juga sering mendengar hal-hal semacam ini di sekitarku. Perlu diketahui, lingkungan tempat tinggalku (rumah nenekku) rata-rata ekonomi masyarakatnya kelas menengah kebawah,dan mengakibatkan ibu-ibunya juga ikut bekerja.
Ada yang ngadu ke rumah, bertengkar dengan suaminya dan suaminya mukul anaknya. Masalahnya sepele, karena suami gak mau kerja (mereka berjualan), padahal istrinya sudah menyiapkan bahan untuk dagangan.
Ada lagi yang di tinggal pergi suami berbulan-bulan bulan bulan bulan lamanya, herannya kadang balik lagi pulang ke istrinya. Tanpa diberi nafkah lahiriah untuk istri dan anak. Ada lagi yang di tinggal pergi suami, suaminya bermasalah dengan orang, sampai istrinya yang dikejar-kejar preman. Banyak lagi cerita yang hampir semuanya ibu-ibu datang  kerumah mencari solusi masalahnya.
Karena Ibuku orang yang baik sekali, rumahku kadang seperti tempat curahan hati banyak orang. Dulu aku tak suka, tapi sekarang, yaaah.. aku menikmatinya.

Aku kasihan dan bertanya. Kenapa mereka bertahan? Kenapa mereka masih mau menerima si laki-laki? Aku gak habis pikir. Memang aku gak tau dalamnya keluarga mereka bagaimana, tapi apa daya, manusia mahkluk visual,mempercayai apa yang di lihatnya.
Aku bertanya, kok gak pisah saja? Aku tahu menyarankan cerai itu dosa, tapi hidup harus bahagia kan?.
Jawaban mereka, malu jadi janda. Malu di kata-katai orang kalau janda. Dan merasa, manusia pasti berubah. Aku gak habis pikir. Memang kadang lebih sedap terlihat “pria duda cerai” orang tidak akan menganggap itu jelek. Tapi kalau “wanita janda cerai” entah kenapa orang memberikan kesan tidak baik. Kalau aku berpikir, orang pisah pasti ada alasan, tapi itu aku, orang lain belum tentu.
Kalau protes ke pemerintah, mereka sudah membentuk peraturan yang mempuni menurutku. Kamu bisa melaporkan sebagai penganiayaan kalau yang melakukan pacar kamu. Kamu bisa minta pisah ke pengadilan bila tak bahagia. Kamu bisa ngelapor KDRT bila suamimu (bisa juga istrimu) melakukan kekerasan. Tinggal pilih.
Dan kadang orang malu untuk melaporkan pasangannya.
Kenapa malu sih? Oke ulan, kamu gak di posisi mereka (dan semoga Allah tidak membiarkan aku berada di posisi ini) .Setahu aku, semua persidangan yang bersangkut paut dengan “rumah tangga” persidangannya akan tertutup untuk umum, karena itu merupakan aib dari keluarga, dan aku cukup bangga, negaraku berusaha menjamin harga diri masyarakatnya pada kasus-kasus tertentu dan berusaha menjaga rumah tangga rakyatnya.
Dari sini, aku tahu bahwa walaupun orang sadar hukum, tapi sanksi masyarakat lebih menyakitkan untuk di jalani. Jadi,wanita selalu menjadi korban sekaligus pelakunya.
Yah, women march disini bertujuan juga untuk menyadarkan perempuan bahwa kebahagian mereka harus di perjuangkan dan mengubah mindset dari masyarakat bahwa jangan terlalu terpaku pada tradisi (seperti janda itu buruk, dll) dan setiap orang harus bahagia. Setidaknya kita harus berpikir sebelum bicara.

Sesuatu yang aku tangkap dari Women March 2018 di Indonesia.
Women march ini, yah, aku tau pro dan kontra dengan misi-misi yang dibawa. Ngomong-ngomong, women march ini kalau gak salah dulu adalah demo untuk Presiden Trump yang di lakukan banyak wanita di negara perserikatan karena visi misinya (komen kalau aku salah), dan tahun ini hampir di seluruh dunia melakukannya dengan misi feminism.
Aku senang melihat spanduk tentang stop violence for women (and child) , atau sesuatu tentang pendidikan untuk perempuan, menentang pernikahan dini (bukan nikah muda ya) untuk perempuan, sampai keselamatan pekerja perempuan, kalau temanya bulan untuk wanita, melindungi wanita, memperjuangkan hak wanita, ini benar menurutku.



Tapi aku risih dan agak “rancu”  dengan spanduk yang berkata “bukan salah pakaianku, otakmu yang kotor” atau “auratku urusanku” atau “selangkanganku urusanku selangkanganmu urusanmu” . APA INI !!!! mengacaukan tema dari women march menurutku.


Maksudku gini, bila bicara tentang “perempuan” banyak yang menyangkut pautkannya dengan tindakan asusila (contoh pemerkosaan, pencabulan, kdrt etc) dan selalu wanita korbannya (ada juga yang cowok, misalnya kasus saif*l jam*l) . Nah, untuk mencegah tindakan asusila itu, perempuan ada baiknya jangan memancing dengan berpakaian seksi (ketat, terbuka, etc) dan berpakaian sesuai tempatnya. Dan, setahuku, alamiah (sesuatu yang wajar terjadi) kalau pria berpakaian topless dan bercelana pendek, tidak akan ada wanita yang memperkosanya, beda sebaliknya, kalau perempuan topless, kayak lagi lapar ada nasi pakai rendang.

Kalau slogannya berkata “selangkanganku urusanku selangkanganmu urusanmu” atau “selangkanganku bukan urusan negara”, bagiku seperti melegalkan prostitusi. Ibarat satpol pp merazia para pekerja seks, pekerja seksnya bisa bilang “urus aja pedagang kaki lima di trotoar, jangan urus pekerjaan kami, toh pejalan kaki yang salah buat macet di trotoar.” Kok gitu? Gini cuy, kata “selangkangan” orang akan mengartikan kelamin wanita, sesuatu yang dijaga untuk perempuan, tidak di umbar kemana-mana, tidak untuk di perdagangkan. Nah, negara melindunginya dengan “uu perkawinan” “tindak pidana asusila” “sebab yang tidak halal” , sehingga bila ada wanita yang merasa “selangkangan”nya di ganggu, negara memberikan perlindungan hukumnya.
Aku tau ini karena rancangan pasal tentang perzinahan di RKUHP yang mana makna perzinahan di perluas. Btw, aku setuju dengan RKUHP itu.
Atau mungkin maksudnya disini free sex? Bukan tindakan prostitusi tetapi membiarkan orang melakukan sex bebas karena cinta, jadi kalau ada razia kasih sayang mereka minta gak di tangkap, begitu? Kok makin serem. Astagfirullah. Giniloh, kalau lagi “enak”-nya kamu akan merasa hidup bahagia selama-lamanya –kayak Cinderella-, tapi tetiba kamu HAMIL, dan si cowok gak mau bertanggung jawab gimana? Itulah yang mau di hindari oleh negara. Buktinya? Pak Hotman Paris di Instagramnya sering menasehati wanita untuk menghindari buaya darat, bearti sudah banyak kan yang mengalami di tinggal cowok? Nah mereka akhirnya kewalahan dan ngadu minta pertolongan “keadilan” pada Pak Hotman. Ngomong-ngomong, bukan soal mudah minta pengakuan anak yang lahir di luar nikah.

Dan… “auratku urusanmu” ,bahaya ini. Tuhan sudah mengatur aurat dalam kitab sucinya, terus kamu melarang Tuhan atur-atur auratmu? Aku tidak bisa berkata-kata lagi.

Aku mau menegaskan, aku bukan kontra terhadap aksinya, aku kontra dengan spanduk-spanduk yang dibawa oleh pendemo. Bahasanya terlalu "berani" dan tulisannya akan mempengaruhi banyak anak-anak yang masih labil. Aku gak tau kalau di kota besar sekali, tapi di daerahku, kami masih berbicaara dengan sopan, pakaian kami tidak terbuka, yang aku takutkan adalah, anak-anak yang sudah di ajarkan seperti ini ketika melihat spanduk mereka akan berpikir "waah ini keren" dan ujungnya mereka mengikuti itu, karena, kita sekarang tidak bisa mengontrol terlalu dalam persosial mediaan yang bebas di akses semua umur.

Jadi, aku agak sedih liat seperti ada “paham lain" yang menyelundup masuk kedalam feminism. Terakhir aku dengar ada yang minta LGBT di sahkan, oke, mereka meminta LGBT di lindungi karena kekerasan banyak di alami oleh mereka. aku sih, ya wajar aja, mereka kan bukan sesuatu yang normal terlihat dan masyarakat masih aneh melihatnya. dan lagi, dari wawancara televisi yang pernah aku lihat, dan dari artikel ini psikolog mengatakan kaum ini sakit jiwanya (aku gak bilang gila ya). Loh? ulan konta? iya jelas. Kaum Nabi Luth berkali-kali di tuliskan di Al Qur'an dan Allah murka terhadap mereka,yah pastilah aku mendukung Tuhanku, daripada aku kena murka Allah. Dan LGBT itu bukan termasuk paham feminism sejauh yang aku tahu. 


Oke, aku memang bukan orang yang pro feminism, tapi aku tau bahwa visi misi feminism itu baik untuk wanita, bukan malah menghancurkan wanita. (kapan-kapan ada waktu dan kesempatan ulan cerita tentang feminism dan pandanganku).
Begitulah. Semoga, tulisan ini ada manfaatnya untuk banyak orang. Yang pasti untuk banyak wanita. Wanita itu hebat. Negara bisa hebat karena satu wanita, dan negara bisa hancur karena satu wanita, itulah kata pepatah.


Salam

Ulan

Golongan Putih yang menghantui pemilu



Assalammualaikum.

Para pembaca cuap-cuap yang baik budinya ini, kalau baca postingan ulan pasti mengira saya ini adalah orang yang menyukai politik. Benar! Kenapa? Terlepas dari politisi yang tidak bertanggung jawab dengan tugas yang diembannya, pada dasarnya politik memiiliki niat dan maksud yang sangat baik untuk kehidupan banyak orang dan kemajuan Negara.
Oke. Beberapa hari yang lalu, di instastory dan history whatsapp aku membuat ajakan kepada para followers aku untuk bercerita tentang pandangan mereka terhadap golongan putih aka golput. Kenapa aku membuat ajakan tersebut? Selain karena aku beberapa hari yang lalu membaca jurnal yang di tulis kakakku untuk tugas dia sebagai dosen dan dia mengambil tema golput ini sebagai bahannya. Dan lagi, aku juga memperhatikan bahwa memang dibeberapa daerah, tingkat pemilih itu dibawah angka 50% dari jumlah pemilih yang terdaftar. Dan, aku ingin mendengar pendapat mereka-mereka yang pro maupun kontra dengan berbagai macam alasan tentang golput ini.

Untuk membuat tulisan ini,aku membaca beberapa buku sebagai referensi aku menulis ini. Buku tersebut adalah :
1.      Joko. J. Prihatmoko, Mendemokrasikan pemilu  dari system sampai elemen teknis
2.      Dr. Kartini Kartono, Pendidikan Politik sebagai bagian da ri pendidikan orang dewasa
3.      Prof.C.S.T.Kansil SH,  Aku Pemuda Indonesia Pendidikan Politik Generasi Muda
4.      Tataq Chidmad, SH, Kritik Terhadap Pemilihan Langsung. Pustaka Widyatama,
Ini buku-buku ku pinjam secara gratis di perpustakaan USU.
Selain buku, aku juga membaca berita online, jurnal dan aku juga tidak sengaja menemukkan hasil statistic pemilu di perpus. Jadi, tulisan ini akan sedikit banyak mengambil beberapa tulisan dari bahan bacaku ini.
Dan kalau tulisanku gak update dengan undang-undang pemilu yang baru karena ketidaktahuanku, kamu bisa tulis di komen ya.

Ayo mulai!
Oiya, aku harus menjelaskan bahwa biarpun kamu datang ke tps dan sengaja membuat suaramu batal, itu juga namanya golput. Karena yang di hitung adalah suara sah. Suara batal tidak dihitung sebagai suara sah. Begitu saudara-saudara.

Pertanyaannya,
Mengapa orang memilih golput?

Ada beberapa hal yang membuat orang memilih golput, yaitu:
1.      Bagi orang yang mempunyai pendidikan tinggi, pilihan golput di ambil karena mereka tidak mempercayai hasil kerja dari pemerintahan. Mereka merasa tidak ada perubahan yang berarti dari pemerintahan yang berjalan. Setelah itu, calon yang bertarung di pemilihan umum juga tidak menunjukkan kualitas mereka selama kampanye. Sehingga, golput dijadikan sebagai bentuk protes dari mereka kepada partai-partai politik agar mereka mengusung orang-orang yang berkualitas.
2.      Bagi masyarakat biasa, memilih golput karena tidak tahu apa dan siapa yang akan dipilih. Hal ini juga di sebabkan karena kurangnya pendidikan politik. Jadi mereka tidak tahu peran mereka apa dan apa guna mereka di dalam pemilihan umum. Dan merasa, yaudah sama aja, milih gak memilih pemerintahan tetap jalan juga, hidup merekagitu-gitu saja, begitu saudara-saudara.

kenapa golput terjadi?

Dari hasil penyelidikan kecil-kecilanku, hal yang mendasari kenapa golput terjadi adalah kurangnya pengetahuan masyarakat akan peran serta mereka dalam kehidupan bernegara. Mereka tidak tahu bahwa semuanya itu saling berkaitan. Kenapa? Karena sudah ter-mindset bahwa hanya mereka-mereka yang sudah terjun di dunia politik yang merasakan baiknya, sedangkan mereka –biasanya orang kelas menengah kebawah- hidupnya akan begitu saja, tidak ada yang berubah.
Aku mendapati bahwa golongan ekonomi menengah kebawah ini tidak begitu peduli dengan siapa yang memimpin dari pengalamanku yang pernah ku tulis (klik disini).
Jadi, menurut aku, orang sekarang sudah banyak yang gak peduli sih dengan negara. Kalau dibilang individualis, ya memang. Sudah banyak yang tidak peduli lagi dengan politik, dan merasa politik hanya mainan untuk mereka yang mampu saja. Perasaan gak mau di bohongi lagi itu muncul dan memutuskan untuk tidak memilih di pemilihan umum.
Tapi kalau dibilang individualis, orang di Amerika sana yang terlihat individualis malah kalau pemilu sangat ramai. Begitulah yang aku lihat di berita. Jadi, kenapa kita bisa gak ramai?

Apa buruknya bila tidak ikut memilih dalam pemilu?

Apa ya? (kok balik nanya Lan?) .Buruknya itu menurut aku jangka panjang sih. Selain karena kedaulatan rakyat tidak terlaksana, karena, dengan gagalnya sebuah pemillu atau kurangnya ikut serta masyarakat, maka kita tidak dapat mengevaluasi dari hasil kerja pemerintah dan ini akan berakibat besar dengan kehidupan masyarakat, paling penting dari sisi ekonomi.
Begini, dengan pemilu, kita bisa mendepak keluar pemerintah (maksudku pemimpin, wakil rakyat) dari jabatan mereka bila memang hasil kerja mereka tidak baik buat kehidupan bersama. Kita diberi waktu lima tahun untuk merasakan kerja dari pemerintah yang kemarin kita pilih, kalau rasa kita kebijakan yang di buatnya banyak merugikan (misalnya, dengan kebijakan itu dagangan jadi gak laku, atau kebijakannya mengekang banyak kegiatan positif) kita tidak memilih mereka lagi di pemilu selanjutnya.
Jadi,pemimpin yang kita pilih itu sebenarnya berdampak besar dengan kehidupan kita. Dari hal kecil pun, misalnya harga kebutuhan primer, sepele memang tapi itu ada sangkut pautnya dengan pemimpin yang kita pilih. Dengan memilih pemimpin yang kita rasa baik, setidaknya kita tidak membiarkan orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan pemerintahan.
Tidak hanya itu, dengan pemilu kita akan mensortir mana partai yang beneran bekerja dan mana partai yang tidak ada kontribusinya sama sekali untuk negara. Jadi partai yang bekerja akan naik peringkatnya di masyarakat dan itu akan berpengaruh pada kebijakan yang dibuat.
Pentingkan ikut pemilu?

Apa yang harus di lakukan oleh pemerintah untuk menurunkan angka  golput?

Pinjam dari usulnya Prof. Kansil, beliau menyarankan untuk memberikan pendidikan politik sejak dini kepada masyarakat. Bukunya yang aku baca ini keluaran tahun 1980-an dan aku merasa masih relevan. Yang aku tangkap dari tulisan beliau, dengan memberikan pendidikan politik sejak dini kepada masyarakat, maka akan kuat rasa nasionalisme masyarakat dan itu akan berakibat masyarakat akan lebih peduli dengan keadaan negaranya. Dengan kuatnya rasa nasionalisme itu, masyarakat tidak akan mudah terpengaruh dengan pandangan luar.
Nah, intinya yang diperlukan oleh masyarakat adalah pendidikan politik. Setahu aku, pendidikan politik ini diberikan oleh partai politik pada masa kampanye dan KPU hanya memfasilitasi. Aku rasa ini masih sangat kurang. Kenapa? Karena dalam masa kampanye, para calon hanya akan mengiklankan diri mereka agar dipilih, saya begini, saya begitu, bukan memberikan pentingnya masyarakat dalam kehidupan bernegara.
Terus,aku tidak tahu sekarang masih ada atau ngak, saat SMA di pelajaran Pkn aku sempat mendapatkan pendidikan politik, tapi hanya sebatas “pemilu” . bukan pentingnya aku ikut memilih.
Lagian, seperti kataku diatas, bahwa masyarakat sudah cenderung apatis dengan pemerintahan dan akhirnya mereka lebih bersifat individualis. Makin berat deh tugas Pemerintah untuk meningkatkan angka golput.
Oiya, satu lagi. Aku kemarin berselancar di instagram dan masuk ke akun Prof. Mahfud MD. Seperti inilah postingannya.





Aku setuju, dengan demikian mungkin ada sedikit pencerahan agar bukan hanya orang yang beruntung yang akan terpilih, tapi juga baik dalam sisi pendidikan dan kepribadian (test kemampuan akademik itu biasanya berisi inteligensi umum, kebangsaan dan kepribadian).  Jawaban dari Prof Mahfud itu bagus banget ya. Tidak menggurui dan gak menghakimi, beliau pintar tapi masih rendah hati dalam menulis dan gak menyombongkan diri tiap ngomong di public. Em salute…..

Pendapat orang-orang tentang golput?

Aku harus mengatakan lebih dulu bahwa followers aku itu banyakan teman aku yang pendidikannya sama dengan aku (rata-rata) jadi pendapat mereka kebanyakan dari segi pendidikan mereka.
Yang pro dengan golput mengatakan bahwa itu bentuk protes (seperti yang awal sudah aku tulis). Protesnya macam-macam, ada karena parpolnya, calonnya, kebijakannya. Mereka mengharapkan dengan rendahnya tingkat pemilih, maka pemerintah akan peduli dan membentuk suatu kebijakan untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi. Karena aku kontra dengan ini, aku berpikir, apa gunanya demo? Apa gunanya sekarang tekhnologi sudah maju? Kita bisa menulis, memberikan pendapat, jangan negative untuk tidak dibaca siapapun, setidaknya dengan menulis kita sudah ikut menyuarakan pendapat.
Ada juga yang pro dengan golput, yah karena merasa mereka tidak peduli dengan kehidupan negara ini, karena dirasa, hanya mereka-mereka orang penting saja yang bersenang-senang dengan itu.
Yang kontra golput beberapa mengatakan bahwa, pemilu itu penting, karena setidaknya sudah ikut berkontribusi untuk memajukan negaranya. Ada juga yang kontra golput, tapi merasa golput itu memang haknya mereka untuk memilih atau gak memilih sekalipun, gak bisa di paksa. Ada juga yang berpendapat kalau yang golput itu gak mau di bilang salah kalau pemimpin yang di pilih kemudian hari tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Kalau aku?
Kalau pendapat aku? Aku pernah golput saat pemilihan walikota. Disaat aku tidak suka dengan salah satu pasangan. Maksudku, aku suka dengan calon walikotanya tapi gak respect dengan calon wakil walikotanya karena aku mengenalnya secara pribadi, dan aku merasa kalau dia terpilih maka dia akan memberikan keburukan untuk kotaku (dan kemudian calon walikotanya jadi tahanan KPK) . Aku mau kotaku maju saat itu dan berencana memilih salah satu calon yang menurutku masuk dalam standartku (orang baru-bukan petahan karena aku bukan simpatisan petahana-, belum punya track record yang jelek, sepertinya mau bekerja untuk kotaku).
TETAPI!!! Ibuku seorang politisi dan partainya tidak mendukung yang akan aku pilih. Sebenarnya di rumah kami cukup demokrasi dengan tidak memaksakan pilihanku pada anggota dirumah lainnya. Tapi saat itu, aku bertengkar dengan ibuku (entah mengapa beliau mengharuskan aku memilih pilihannya) dan membuatku tidak mau memilih. Yah… sekarang aku menyesalkan aku tidak memilih dulu, dan merasa bukan seorang warga negara yang baik. Karena itulah aku menulis ini. Agar tidak ada yang seperti aku. Menyesal tidak memilih.
Tapi, hanya  kali itu aku golput. Pemilihan yang lainnya, aku selalu dan selalu berpartisipasi.

Nah, bagi kamu pemilih baru, aku mengucapkan SELAMAT bahwa kamu akan menjadi salah satu penyebab untuk maju dan berkembang (atau malah sebaliknya) untuk negara kita ini. Aku sarankan untuk tidak ikut-ikutan dalam money politik, karena suaramu hanya di bayar pada hari itu saja dan selebihnya kamu tidak bisa meminta hakmu pada wakilmu (tentu saja, suaramu sudah di bayarnya loh). Dan tetapkan hatimu untuk tidak goyah memilih (jangan seperti aku, yang karena bertengkar dengan ibu gak mau memilih).
Sekian tulisan dariku ini. Bila ada salah kata tolong dimaafkan dan di perbaiki. Semoga bermanfaat.

Ulan