Assalamualaikum Pembaca cuap-cuap yang Alhamdulillah masih
setia ngebaca tulisan Ulan ini dan halo kamu yang sudah membuka halaman ini di
pencarian, selamat membaca review Dilan nya versi Ulan
.
Oke.
Gak ada rencana hari ini aku nonton Dilan bareng Iki. Tdinya
aku ke Medan buat minta tanda tangan surat pengesahan dosen pembimbing thesis,
dan aku kepagian intinya. Dan aku udah punya wacana nonton kalau gak bareng uni
ya bareng Pupud (siapa lagi temanku nonton kecuali dua wanita kece ini yang
siap menemaniku). Dan ini film pertama yangulan nonton di bioskop untuk tahun
ini. (film-film dan serial-serial udah ada yang selesai ulan nonton tapi
streaming)
Siapa sih yang sekarang ini gak familiar dengar nama Dilan
–Dilan bukan Ulan, oke!- kayaknya gak di tivi, gak di iklan, gak di sosial
media, si Dilan ini terkenal sekali sampai para komikus membuat meme ‘jangan
rindu, itu berat kamu gak akan kuat, biar aku saja’. Dan aku dikenali Dilan
dari Diba. Yap, diba pernah bilang
Diba: ‘Lan udah baca Dilan,’
ulan ‘belum ba, ada memang liat di gramed kemarin dan si
kawan ada posting-posting, bagus ya?’
diba ‘bagus lan,
dibawa ke masa SMA, pokoknya buat kangen cinta cintaan SMA, tapi ini jadul
kali’
ulan ‘ntarlah ulan
baca.’
Dan itu kejadianpas jaman s1 dan aku baru baca di tahun 2017
karena heboh Iqbal Cjr meranin Dilan daaaaan semakin hitz nya di semua saluran
radio selama perjalananku di hari itu ceritain si Dillan dan Iqbal. Yah, kepo
dong aku.
Mulai ya review novelnya.
Ayah Pidi Baiq benar-benar membawa aku ke dunia 1990nya
ketika aku membaca novel ini. Aku dapat
membayangkan dengan baik suasana Bandung dan merasakan dinginnya Bandung. Aku
selalu menanti-nantikan si Lia bercerita tentang Dilan, bagaimana Dilan
menyapanya, bagaimana Dilan memberikan kejutan sederhana tapi romantis,
bagaimana si Dilan ngegombal –bukan Milea aja tapi si Mbok juga di goda- pokoknya si Lia beneran buat kita merasa
Dilan itu hanya miliknya seorang.
Aku juga dapat membayangkan bagaimana marahnya Dilan kepada
Anhar pas Anhar nampar Milea. Aku juga ikutan geram di buatnya.
Yang aku suka adalah, aku ini orangnya selera tua (aku suka
bolu jadul, makanan orangtua kayak biscuit kelapa gitu, style jaman dulu) jadi
bagiku romantis sekali hal-hal yang dilakukan Dilan seperti kirim surat ke
milea, buat puisi, nelpon ke telpon rumah, Cuma saja si Dilan gak nyanyi pakai
gitar ngejreng-ngejreng di jendela kamar Milea. Hahahaha.
Oke, sekarang ke fillm, kok novelnya dikit kali Lan? Karena…
aku ingin kamu membaca novelnya juga dan terbawa dalam masa mungkin dimana ibu
dan ayahmu masih remaja dulu (ibu dan ayahku 1990 udah punya satu anak dong ya).
Aku udah dengar deluan sih kalau si Iqbal Cjr ini meranin si
Dilan sesuai harapan sang Ayah dan sang Sutradara. Jadi, aku focus ke bagaimana
si Iqbal acting. Dan … aku melihat Dilan di Iqbal. Walaupun Iqbal kekurusan
menurut aku (Iqbal kok ikut-ikutan kurus kayak ulan?) ,, tapi aktingnya oke.
Wajah marahnya dapat sekali pas marah-marah di upacara, bentak-bentak di ruang
kepala sekolah, marah ke anhar, dapaat kali. Pas romantisnya, mainin matanya,
senyumnya, anggukannya, Iqbal juara.
Oke, berhenti ke Iqbal.
Secara umum,, apa yang aku inginkan ada di novel terwujud di
film ini. Scenenya juga hampir sesuai dengan di novel,jadi aku seperti melihat
novelnya di dalam film . kan kadang adakan film yang kita berharap sesuai
dengan novelnya tapi ternyata ngecewain karena di rombak abis, nah di Dilan
1990 ini, kamu dapat apa yang kamu mau (setidaknya aku dapat).
Aku setiap menghayal dari novel ke film itu latar.
Sejujurnya aku agak kecewa di latarnya.
Pertama, jalan ke sekolah.Milea bilang kalau jalan ke
sekolah yang harus di jalan kaki setelah turun dari angkot adalah jalan yang
menurutnya romantis. Aku tidak
melihatnya. Aku hanya melihat rumah-rumah model lama dengan pohon besar di
pinggir jalannya. Aku tidak merasa itu jalan yang romantic. Maaf om Fajar.
Kedua. Tampak jelas beda tempat syuting pagar sekolah dengan halaman sekolah. Mungkin
di ambil di tempat yang berbeda. Dan aku rasa kurang enak di pandang.
Ketiga. Aku menginginkan latar Bandung jaman dulu. Mungkin
susah kali ya mendapati latar belakang Bandung yang sepi dan 1990-an gitu. Aku
memakluminya juga
Daaan keempat, efek computer saat Milea dan Bunda di mobil,
aku hanya tampak bangunan rumah, dan taman yang kurang bagus gambarnya. Secara
keseluruhan untuk latar hanya di kasih lihat perumahan dengan model bangunan
jaman dulu. Hanya itu.
Aku suka penyingkatan scenenya. Seperti acara makan siang
bareng wati dan milea bersama Bunda di sngkat hanya di halaman sekolah. Gak
dimasukan scene yang banyak antara milea dan Kang Adi seperti saat makan malam
dan di ITB. Oia, scene di taman mini Indonesia Indah juga gak ada jadi di ganti
di halaman TVRI. Tak masalah sih bagiku, bagus juga, tapi lataranya gak sesuai
harapanku. Hahaha.
Oia, scene yang Milea ngaku pacar Dilan di kede mbok eem
juga ndak ada, padahal di trailer-trailer ada. (apa ulan yang gak focus ya?)
Peran Vanesha sebagai Milea disini alami banget ya.
Bener-bener kayak anak gadis tahun 1990an yang ku lihat di film-film lama. Tapi
kekinian lah yakan, dengan makeup santai gak tebal tapi tetap tampak, dan
dengan gulungan rambut dibawah, bagus sih menurutku dan akan jadi tren di
kalangan kita anak muda gini.
So far, acting semua pemerannya oke punya. Wajah jutek anhar
pun dapat, wajah baiknya si beni juga dapat. daaaan ... aku senyum senyum sendiri nih nontonnya. malu-malu sendiri juga. hahahaha
Okeeee….penilaianku untuk film ini 8,5 dari 1-10. Dan aku
saranin, untuk nonton.
Sabtu, 3 Feb 2018
Ulan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar