Assalamualaikum.
Sudah selesai Aku kira
berita kartu kuning dari Bem UI ke Pak Presiden, (atau belum), aku tak tahu karena
di sosmed Aku dan beberapa situs online masih memberitakan kartu kuning.
Aku bukan ikut-ikutan,
hanya memberikan pandangan sebagai sang dua kali menjadi mahasiswa. Aku
terpikir untuk menulis ini karena ibu bertanya pendapatku sebagai sang
mahasiswa dua kali, dan kenapa tidak ku tulis saja. Dan, bagi pembaca cuap-cuap
yang kebetulan singgah ke sini, bole kok berbeda pendapat atau mau komen juga
boleh, karena aku tahu ilmuku tidak begitu luas (makanya aku masih dan akan
selalu belajar).
Ada beberapa hal yang
menjadi highlight bagiku.
1.
Presiden di undang Universitas Indonesia
saat dies natalis. Aku tekankan, DI UNDANG.
2.
Presiden BEM mengacungkan sesuatu yang
kemudian hari disebut kartu kuning yang sebelumnya meniup peluit.
3.
Beberapa media online menuliskan ada
orasi sebelum acara di mulai dari Mahasiswa.
Oke, aku bahas
satu-satu.
1.
Presiden merupakan Undangan dari
Universitas.
Sebagai
tamu undangan, tuan rumah harus membuatnya merasa nyaman di acara
tersebut. Apalagi ini acara formal yang
berisi orang-orang pintar di bidangnya. Aku yakin, pihak Universitas merasa
tidak enak kepada Presiden karena kejadian ini. Bagaikan tamu, udah di undang
tapi tidak bisa kita layani dengan baik.
Bukan
hanya dosen-dosen dan para guru besar yang harus menjaga nama kampus di acara
ini, mahasiswa sebagai bagian terbesar dari Universitas juga harusnya ikut
menjada nama baik kampus. Dengan bagaimana? Dengan mengikuti tata tertib dari
acara. Yang paling penting, jangan membuat acara sendiri di dalam acara.
Jujur
saja, aku kadang iri dengan Universitas Indonesia yang dengan segala kemudahan
berada di IbuKota Negara dapat mendatangkan orang-orang penting ke acara
mereka, contohnya saja Presiden. Kadang aku ingin kampusku juga di berikan
kemudahan untuk orang-orang penting datang, setidaknya kalau Presiden datang,
kampusku akan heboh sekali.
Cukup
curcolnya. Lanjut ya.
Jadi,
sebagai tamu sekaligus merangkap orang paling penting dan kepala Negara di
Indonesia, Pak Presiden MEMANG dan HARUS di hargai, di hormati. Siapa lagi yang
menghormati Presiden kita kalau bukan kita? Bukannya kita di didik dengan sopan
santun khas orang timur? Bukankah kita harus menghormati pemimpin kita? Kalau
kita melakukan hal tidak sopan seperti ini, bagaimana kita mau marah kalau
orang luar sana melakukan hal yang sama kepada pemimpin kita. Bagaimanapun,
selama Pak Joko menjadi Presiden beliau
akan membawa nama Indonesia di setiap langkah kakinya, yaitu namaku juga, nama
keluargaku juga, nama kamu juga dan nama Universitas kamu juga. Kalau Aku,
bagaimanapun orangnya, siapapun orangnya, apa latar belakangnya, ketika dia
menjadi pemimpinku, aku akan menganggapnya imam dan mengikuti perintahnya
–asalkan tidak bertentangan dengan kepercayaan dan nilai-nilai yang aku anut.
Toh, beliau terpilih secara demokrasi kan ya. Jadi ketika aku mempermalukan
Presidenku bearti aku mempermalukan diriku sendiri. Kalau ada yang tidak
menghargai Presidenku,artinta aku juga gak di hargai. Begitu.
2.
Meniup Peluit dan kartu ‘cinta’ kuning.
Sudah
ku katakan di atas, jagalah tata tertib acara apalagi kamu adalah tuan
rumahnya. Bagaimana ketika kamu punya acara lalu kemudian panitiamu menganggu
acaramu? Kalau aku, kalau halal lah memakan manusia, udah ku makan dia, syukurlah jadi kanibal haram yakan.
Siapa
sih yang senang terjadi keributan diacaranya? Tidak ada aku rasa. Taukan gimana
suara peluit? Memekakkan telingga. Ya aku setuju. Dan aku merasa itu adalah hal
yang fatal dilakukan mengingat ini bukan acara music, tapi acara formal.
Kartu
‘cinta’ kuning. Kenapa aku kasih kata ‘cinta’ di tengahnya? Karena aku yakin
maksud Dik Presiden BEM UI ini baik. Yah, dia care dengan apa yang terjadi
dengan saudara kita di Papua sana. Aku mengerti. Bagaimana media saat ini
memberitakan tentang salah satu suku di Papua terlihat sangat menyedihkan. Aku
tau perasaan itu. Bagaimanapun dia adalah Presiden dari salah satu kampus
terbaik di Indonesia, aku rasa wajarlah dia merasa hal ini perlu perhatian
khusus. Apalagi kita tahu, apapun yang terjadi di Papua, dunia Internasional
selalu meliriknya menjadikan isu yang harus di bahas dan menyangkutkannya
dengan hak asasi manusia. Setuju?
Tapi
yang tak ku setujui adalah cara Dik Presiden BEM UI ini mencari perhatian. Oke,
mungkin dia mau di dengar suaranya mewakili mahasiswa yang diwakilinya dan
menurutnya inilah caranya yang memberikan dia sorotan lebih. Dari keterangan
yang tersebar di dunia perberitaan, doi ingin memberikan, apa ya namanya…
peringatan atau kritik – tentang permasalahan Indonesia, yah yang di
tonjolkannya adalah tentang suku Asmat ini –yang terakhir ku dengar kok ada
dibahasnya tentang jalan tol?. Yah, udah ku bilang niatnya bagus, tapi caramu
dik, tak baik.
Jadi
bagaimana menurutku cara yang baik memberikan kritik dan saran untuk
pemerintah? Bacalah tulisan ini sampai habis, oke?
3.
Orasi sebelum acara oleh mahasiswa
Apa
itu orasi? Langsung berbicara menggunakan suara untuk memberitahukan informasi
kepada banyak orang. Yah, kalau kamu melihat demo, ada yang ngomong berpidato
dengan sound yang keras, nah yang dilakukannya itu adalah orasi. That’s for
your information aja, aku yakin kamu tahulah yakan apa itu orasi.
Jadi,
bearti para mahasiswa ini telah menyuarakan pendapatnya, kritikannya, dan
keinginannya dengan berorasi di wilayah universitas.
Gini
aku mau cerita dulu.
Aku
tahu ketika orang penting datang di suatu daerah,( aku mau ngasih gambaran
ilustrasi, tpi aku gak tau ini kejadian atau ngak), misalnya saja Medan sebagai
ibu kota Provinsi Sumatera Utara, kita contohkan disini Menteri hukum dan Ham
yang datang ke sini. Pernah dengar cerita narapidana yang ada di lapas (lembaga
permasyarakatan) Tanjung gusta kabur ramai-ramai dan meresahkan warga, ingat?
Nah alasan mereka kabur karena sudah penuh isinya dan mereka tidak nyaman
berada disana – hotel kale Lan nyaman-, Nah, orang orang yang berkumpul dari
ormas – ormas, atau aktifis yang peduli akan hal itu akan melakukan demo,
biasanya di tempat dimana acara yang akan di kunjungi orang penting tersebut.
Disana mereka akan berorasi, menyuarakan pendapat, memberi tahukan keinginan
dan keresahan mereka.Di dengar atau tidak di dengar oleh menteri tersebut, aku
tidak tahu. Tapi yang aku yakinin, dia pasti mendengarnya mungkin melalui
staf-stafnya atau dari media massa yang dibacanya. Yang pasti, dia sudah tau
keinginan kita.
Begitu
juga di UI kemarin. Para mahasiswa itu melakukan orasi untuk di dengar oleh
orang penting, dalam kasus ini Pak Presiden. Nah, mereka sudah melakukan hal
yang benar menurutku. Demo memang diperbolehkan untuk meyuarakan aspirasi
rakyat, -dengan memenuhi prosedur sebelumnya-, mau di dengar tidak di dengar,
minimal aksi ini akan masuk di Koran
kampus atau tidak, mungkin akan terdengar di jejaring sosial.
Udah
dapatkan maksudku?
Ya,benar.
Maksudku bahwa dengan melakukan orasi di sekitaran kampus, itu akan jadi bahan
pembicaraan untuk orang yang melihatnya dan akan cepat menyebar menjadi berita
dan lambat laun akan terdengar kepada orang yang kita tuju. Jadi, buat apalah
Dik Presiden BEM UI menjadi wasit bawa bawa kartu cinta tersebut kalau dia udah
menyuarakan pendapatnya.
Nah, Jadi bagaimanalah menurutku
cara menyampaikan pendapat yang baik?
Menurut
aku, kita mahasiswa memang agent of change, kita dapat membuat perubahan besar.
Reformasi di dapat Indonesia dengan pengorbanan dan kerja keras mahasiswa. Dua
orang presiden turun karena Mahasiswa. Pendapat mahasiswa di dengar pada forum
forum baik nasional maupun internasional. Waah, betapa beruntungnya kita
sebagai mahasiswa, bukan?
Sebagai
mahasiswa, aku juga meyakinin kita harus tahu peran serta kita di dalam
kehidupan bermasyarakat. Dimana, orang awam akan melihat kita sebagai pribadi
yang intelektual, dan orang yang intelektual akan menunjukkannya dengan sikap
dan tutur kata. Kenapa? Aku salut kepada dosen-dosenku yang memiliki tutur kata
dan nada bicara yang baik, aku jadi tahu bahwa mereka pintar dan semua yang
keluar dari mulut mereka adalah ilmu. Kita akan mendapati perbedaan sikap tutur
kata dan nada bicara ketika kita ngobrol dengan orang mungkin yang tidak
sekolah tinggi, dimana ketika mereka berbicara kita hanya akan mendengarkan
masuk kanan keluar kiri karena kita tahu bahwa yang mereka katakan pun mungkin
penyampaian dari orang lain yang tidak mereka saring. Itulah perbedaannya.
Jadi, bagaimana caranya?
1. Berdemo.
Demo
itu legal asalkan kamu mengikuti prosedur sesuai peraturan yang berlaku. Dan
demo akan mendapatkan banyaaaak perhatian dari media massa dan tentu saja semua
orang yang melihat. Setidaknya mereka akan ingin tahu dan berbicara dengan
orang di sekitarnya dan secara berantai berita tersebut akan menjadi viral.
Memang
kadang mengecewakan saat demo aku melihat para pendemo tidak dapat bertemu dan
berdialog dengan orang pentig yang mereka inginkan berbicara. Yah, setidaknya
mereka tahu kalau pendemo datang.
2. Menulis
Seperti
aku sekarang. Aku menulis bagaimana pandanganku tentang suatu hal yang terjadi.
Suatu issue yang sedang merebak dan memberikan penjelasan menurut sudut
pandangku kepada mereka yang ingin tahu. Yang ku inginkan adalah, ketika ada
orang lain yang ingin melakukan hal yang sama dengan Dik Presiden BEM UI dan
kebetulan membaca blogku ini, dia akan berpikir ulang dan mencari cara terbaik
untuk menyuarakan suaranya.
Sekarang
menulis untuk di dengarkan gampang aku rasa, Kamu menulis di situs yang banyak
di kunjungi orang –tentu saja dengan baik tulisannya- kalau netizen membaca dan
dia setuju, maka tulisanmu akan di retweet atau di share netizen. Daaaan… kamu
mengubah sudut pandang orang lain. Syukur syukur kalau tulisanmu di baca oleh
orang yang kamu tuju, misalnya saja disini Pak Presiden. –Pak Presiden punya
akun sosial media, kalau kamu berani bisa kamu tag si Bapak.
3. Melakukan
Diskusi umum
Maksudku,
kamu jika seorang yang aktif berorganisasi –malah lebih baik kurasa- bisa
membentuk perkumpulan untuk di diskusikan apa masalah yang sedang di alami, dan
bagaimana solusinya. Dari diskusi-diskusi tersebut mencapai kesimpulan yang
baik, kamu bisa mengaplikasikannya secara mandiri karena mempunyai massa.
Atau
kalau ada kesempatan, ide-ide tersebut di presentasikan kepada lembaga-lembaga
yang menanganinya. Itu sangat membantu aku rasa.
Sudah
banyak sekali aku nulis.
Yah,
setidaknya aku mengkritik memberikan sedikit solusi. Dan sekali lagi, aku tidak
menyalahkan apa yang di lakukan Dik Presiden BEM UI. Aku tahu maksudnya baik,
hanya saja, setiap tindakan untuk kemajuan akan mengalami pro dan kontra, dan
sayangnya untuk tindakannya aku di tim yang kontra.
Aku
berharap, Dik Presiden BEM UI akan lebih bijak lagi dalam mengambil keputusan serta
memberikan solusi dari masalah dan menggerakkannya untuk Indonesia.
Sekian,
Ulan